Posted by : Witarsanomic
Minggu, 29 Desember 2013
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bersamaan dengan perputaran dunia, modernisasi dan pengembangan ilmu
pengetahuan dari hari ke hari semakin berkembang, akhir-akhir ini kita melihat
banyak generasi Islam yang sudah tidak mengenal para tokoh Islam yang sangat berpengaruh
terhadap kemajuan dunia pendidikan. Mereka kadang meremehkan dengan mengatakan,
”Di mana tokoh Islam”? Hal ini terjadi karena mereka kurang mengenal terhadap
beberapa tokoh Islam yang berhasil mencetak generasi yang tidak kalah hebat
dengan tokoh pendidikan non-Muslim dalam mencetak generasi berakhlak
al-karimah, disiplin, terhormat, serta bermanfaat untuk kepentingan agama,
nusa, dan bangsa.
Dengan berpandangan pada beberapa hal tersebut, mengenal para tokoh pendidikan
Islam merupakan salah satu langkah yang seharusnya dilakukan, dimiliki,
dihayati dan harus menjadi kebanggaan untuk selalu mengangkat harkat dan
martabatnya serta mensosialisasikan dikalangan umum. Dengan begitu generasi
penerus Islam bisa berbangga hati bahwa mereka mempuyai tokoh yang pantas untuk
dijunjung tinggi sebagai pelita penerang yang melahirkan konsep, teori, dan
fatwa yang dijadiakn referensi generasi berikutnya dalam kehidupan berbangsa
dan beragama.Al-Ghazali merupakan salah satu tokoh Muslim yang pemikirannya sangat
luas dan mendalam dalam berbagai hal diantaranya dalam masalah pendidikan. Pada
hakikatnya usaha pendidikan menurut Al-Ghazali adalah dengan mengutamakan
beberapa hal terkait yang diwujudkan secara utuh dan terpadu karena konsep
pendidikan yang dikembangkannya berawal dari kandungan ajaran dan tradisi Islam
yang menjunjung berprinsip pendidikan manusia seutuhnya. Di zaman yang modern
ini sangat relevan untuk mengetahui konsep pendidikan dari tokoh Muslim
terkemuka ini, pembahasan makalah ini di dalamnya akan membahas siapa
sesungguhnya Al-Ghazali dan bagaimana konsep pendidikan menurutnya.
B.
Rumusan Masalah
1) Defenisi Pendidikan Dalam Islam
2) Macam-macam Metode dan Pendekatan dalam Pendidikan Islam
3)
Manhaj
Rasulalah Dalam Pandidikan
4)
Contoh
Pendidikan Dalam Islam
1. Defenisi Pendidikan Dalam Islam
Pendidikan menurut UU RI No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional bab I Pasal 1 Ayat 1 “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi
peranannya di masa yang akan datang”
Menurut Para Ulama: Ulama menggunakan istilah “Tarbiyah” berakar
pada tiga kata. Pertama kata rabba’ yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh.
Kedua, kata yariba yarba yang berarti tumbuh dan berkembang. Ketiga, kata rabba yarubbu yang berarti memperbaiki,
menguasai, memimpin, menjaga, dan memelihara. Kata Al-rabb juga berasal dari
kata tarbiyah dan berarti menghantar sesuatu kepada kesempurnaannya atau
membuat sesuatu menjadi sempurna secara berangsur angsur.Menurut Abdurrahman
al-Nahlawi salah seorang pengguna istilah tarbiyah berpendapat bahwa pendidikan
berarti :
a.
Memelihara
fitrah anak/ didik
b.
Menumbuhkan
seluruh bakat dan kesiapannya
c.
Mengarahkan
fitrah dan seluruh bakatnya agar menjadi baik dan sempurna
d.
Bertahap
dalam prosesnya
Pendidikan Menurut Para Ahli
1) Plato (filosof Yunani yang hidup dari tahun 429 SM-346 M)
mengatakan bahwa : “Pendidikan itu ialah membantu perkembangan masing-masing
dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya
kesemurnaan.”
2) Aristoteles (filosof
terbesar Yunani, guru Iskandar Makedoni, yang dilahirkan pada tahun 384 SM-322
SM) mengatakan bahwa : “Pendidikan itu ialah menyiapkan akal untuk pengajaran”.
3) Ibnu Muqaffa (salah seorang
tokoh bangsa Arab yang hidup tahun 106 H- 143 H, pengarang Kitab Kalilah dan
Daminah) mengatakan bahwa : “Pendidikan itu ialah yang kita butuhkan untuk
mendapatkan sesuatu yang akan menguatkan semua indera kita seperti makanan dan
minuman, dengan yang lebih kita butuhkan untuk mencapai peradaban yang tinggi
yang merupakan santaan akal dan rohani.”
4) Herbert Spencer (filosof Inggris yang hidup tahun 1820-1903 M)
mengatakan bahwa “Pendidikan itu ialah menyiapkan seseorang agar dapat
menikmati kehidupan yang bahagia.”
5) James Mill (filosof Inggris, 1773-1836) mengatakan bahwa :
“Pendidikan itu harus menjadikan seseorang cakap, agar dia menjadi orang yang
senantiasa berusaha mencapai kebahagiaan untuk dirinya terutama dan untuk orang
lain selainnya.”
6) John Stuart Mill (filosof Inggris, 1806-1873 M) mengatakan bahwa :
“Pendidikan itu meliputi segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang untuk
dirinya atau yang dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan
mendekatkan dia kepada tingkat kesempurnaan.”
7) John Dewey (filosof Chicago, 1859 M - 1952 M) mengatakan bahwa :
" Pendidikan adalah membentuk manusia baru melalui perantaraan karakter
dan fitrah, serta dengan mencontoh peninggalan - peninggalan budaya lama
masyarakat manusia."
8) Langeveld adalah seorang ahli pendidikan bangsa Belanda Ahli ini
merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut : “Pendidikan adalah bimbingan
atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak
untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan
tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain”
9) Ki Hajar Dewantara (Bapak
Pendidikan Nasional Indonesia, 1889 - 1959) merumuskan pengertian pendidikan
sebagai berikut : “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi
pekerti ( karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak
selaras dengan alam dan masyarakatnya”.
2. Macam-macam Metode Pendidikan Dalam Islam
Sebagai ummat yang telah dianugerahi Allah Kitab
AlQuran yang lengkap dengan petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan
bersifat universal sebaiknya menggunakan metode mengajar dalam pendidikan Islam
yang prinsip dasarnya dari Al Qur’an dan Hadits. Diantara metode- metode
tersebut adalah
1. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah cara penyampaian inforemasi
melalui penuturan secara lisan oleh pendidik kepada
peserta didik. Prinsip dasar metode ini terdapat di dalam Al
Qur’an :
فَلَمَّآ أَنجَاهُمْ
إِذَا هُمْ يَبْغُونَ فِي اْلأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ يَاأَيُّهَا النَّاسُ
إِنَّمَا بَغْيُكُمْ عَلَى أَنفُسِكُم مَّتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ
إِلَيْنَا مَرْجِعُكُمْ فَنُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Maka tatkala Allah
menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa
(alasan) yang benar. Hai manusia, Sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan
menimpa dirimu sendiri (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup
duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa
yang telah kamu kerjakan (Q.S. Yunus : 23)
2. Metode Tanya jawab
Metode Tanya jawab adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru
mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid tentang bahan pelajaran yang telah
diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca.Prinsip dasar metode ini terdapat
dalam hadits Tanya jawab antara Jibril dan Nabi Muhammad tentang iman, islam,
dan ihsan.
Selain itu ada juga
hadits yang lainnya seperti hadits berikut ini :
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَقَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا
بَكْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُضَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ
بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ
يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى
مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو
اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا.
Artinya: Hadis
Qutaibah ibn Sa’id, hadis Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu ibn Mudhar dari
ibn Hâd dari Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salmah ibn Abdurrahmân dari Abu
Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda; Bagaimana pendapat kalian seandainya
ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia mandi di sana lima
kali sehari. Bagaimana pendapat kalian? Apakah masih akan tersisa kotorannya?
Mereka menjawab, tidak akan tersisa kotorannya sedikitpun. Beliau bersabda;
Begitulah perumpamaan salat lima waktu, dengannya Allah menghapus dosa-dosa.
(Muslim, I: 462-463)
3. Metode diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara penyajian/ penyampaian bahan pelajaran
dimana pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik/ membicarakan dan
menganalisis secara ilmiyah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau
menyusun berbagai alternative pemecahan atas sesuatu masalah.
Abdurrahman Anahlawi menyebut metode ini dengan sebutan hiwar .
Prinsip dasar metode
ini terdapat dalam Al Qur’an Surat Assafat : 20-23 yang berbunyi :
وَقَالُوا
يَاوَيْلَنَا هَذَا يَوْمُ الدِّينِ هَذَا يَوْمُ الْفَصْلِ الَّذِي كُنتُم بِهِ
تُكَذِّبُونَ احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَاكَانُوا يَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ
فَاهْدُوهُمْ إِلَى صِرَاطِ الْجَحِيمِ
Dan mereka
berkata:”Aduhai celakalah kita!” Inilah hari pembalasan.Inilah hari keputusan
yang kamu selalu mendustakannya(kepada Malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah
orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang
selalu mereka sembah,Selain Allah; Maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke
neraka. (Q.S. Assafat : 20-23)
Selain itu terdapat
juga dalam hadits yang berbunyi :
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ
وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا
الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ
فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ
وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ
هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ
وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا
عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ.
Artinya: Hadis
Qutaibah ibn Sâ’id dan Ali ibn Hujr, katanya hadis
Ismail dan dia ibn Ja’far dari ‘Alâ’
dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. bahwasnya Rasulullah saw. bersabda:
Tahukah kalian siapa orang yang muflis (bangkrut)?,
jawab mereka; orang yang tidak memiliki dirham dan harta.Rasul bersabda;
Sesungguhnya orang yang muflis dari ummatku adalah orang yang datang
pada hari kiamat dengan (pahala) salat, puasa dan zakat,. Dia datang
tapi telah mencaci ini, menuduh ini, memakan harta orang ini, menumpahkan darah
(membunuh) ini dan memukul orang ini. Maka orang itu diberi pahala
miliknya. Jika kebaikannya telah habis sebelum ia bisa menebus kesalahannya,
maka dosa-dosa mereka diambil dan dicampakkan kepadanya, kemudian ia
dicampakkan ke neraka.(Muslim, t.t, IV: 1997)
4. Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru
memberikan tugas-tugas tertentu kepada murid-murid, sedangkan hasil tersebut
diperiksa oleh guru dan murid harus mempertanggung jawabkannya.
Prinsip dasar metode
ini terdapat dalam Al Qur’an yang berbunyi :
يَاأَيُّهَا
الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنذِرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ وَلاَتَمْنُن
تَسْتَكْثِرُ وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ
Artinya :
- Hai orang yang berkemul (berselimut),
- Bangunlah, lalu berilah peringatan!
- Dan Tuhanmu agungkanlah!
- Dan pakaianmu bersihkanlah,
- Dan perbuatan dosa tinggalkanlah,
- Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
- Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
5. Metode Demontrasi
Metode demontrasi adalah suatu cara mengajar dimana guru mempertunjukan
tentang proses sesuatu, atau pelaksanaan sesuatu sedangkan murid
memperhatikannya.
Prinsip dasarnya
terdapat dalam hadits yang berbunyi
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ
عَنْ أَبِي قِلَابَةَ قَالَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ أَتَيْنَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا
عِنْدَهُ عِشْرِينَ يَوْمًا وَلَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا ظَنَّ أَنَّا قَدْ اشْتَهَيْنَا
أَهْلَنَا أَوْ قَدْ اشْتَقْنَا سَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا بَعْدَنَا
فَأَخْبَرْنَاهُ قَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ
وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لا أَحْفَظُهَا
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي.
Artinya: Hadis dari
Muhammad ibn Muşanna, katanya hadis dari Abdul Wahhâb katanya Ayyũb dari Abi
Qilâbah katanya hadis dari Mâlik. Kami mendatangi Rasulullah saw. dan kami
pemuda yang sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama (dua puluh malam) 20
malam. Rasulullah saw adalah seorang yang penyayang dan memiliki sifat
lembut. Ketika beliau menduga kami ingin pulang dan rindu pada keluarga, beliau
menanyakantentang orang-orang yang kami tinggalkan dan kami memberitahukannya.
Beliau bersabda; kembalilah bersama keluargamu dan tinggallah bersama mereka,
ajarilah mereka dan suruhlah mereka. Beliau menyebutkan hal-hal yang saya hapal
dan yang saya tidak hapal. Dan salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat.
(al-Bukhari, I: 226)
6. Metode eksperimen
Suatu cara mengajar dengan menyuruh murid melakukan suatu
percobaan, dan setiap proses dan hasil percobaan itu diamati oleh setiap
murid, sedangkan guru memperhatikan yang
dilakukan oleh murid sambil memberikan arahan.
Prinsip dasar metode
ini ada dalam hadits :
حَدَّثَنَا آدَمُ
قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ
بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبْ الْمَاءَ فَقَالَ
عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا
فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَنَا
فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ
يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ ….
Artinya: Hadis Adam,
katanya hadis Syu’bah ibn Abdurrahmân ibn Abzâ dari ayahnya, katanya seorang
laki-laki datang kepada Umar ibn Khattâb, maka katanya saya sedang janabat dan
tidak menemukan air, kata Ammar ibn Yasir kepada Umar ibn Khattâb, tidakkah anda
ingat ketika saya dan anda dalam sebuah perjalanan, ketika itu anda belum
salat, sedangkan saya berguling-guling di tanah, kemudian saya salat. Saya
menceritakannya kepada Rasul saw. kemudian Rasulullah saw. bersabda:
”Sebenarnya anda cukup begini”. Rasul memukulkan kedua telapak tangannya ke
tanah dan meniupnya kemudian mengusapkan keduanya pada wajah.(al-Bukhari, I:
129)
Hadis di atas
tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah hafiz, şiqah şubut. Menurut al-Asqalani, hadis ini mengajarkan
sahabat tentang tata cara tayammum dengan perbuatan. (Al-Asqalani, I: 444)
Sahabat Rasulullah saw. melakukan upaya pensucian diri dengan berguling di
tanah ketika mereka tidak menemukan air untuk mandi janabat. Pada akhirnya Rasulullah
saw. memperbaiki ekperimen mereka dengan mencontohkan tata cara bersuci
menggunakan debu.
7. Metode Amsal/perumpamaan
Yaitu cara mengajar dimana guru menyampaikan materi pembelajaran melalui
contoh atau perumpamaan.
Prinsip metode ini terdapat dalam Al Qur’an
مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ
الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّآ أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ
بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لاَّ يُبْصِرُونَ
Perumpamaan mereka
adalah seperti orang yang menyalakan api Maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan
mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (Q.S. Albaqarah : 17)
Selain itu terdapat
pula dalam hadits yang berbunyi :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ يَعْنِي
الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ
الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً وَإِلَى
هَذِهِ مَرَّةً .
Artinya; Hadis dari
Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb yakni as-
Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda:
Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang
kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke
sini. (Muslim, IV: 2146)
Hadis di atas
tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah şubut, şiqah hâfiz, sedangkan ibn Umar adalah sahabat Rasulullah saw.
Menurut ath-Thîby (1417H, XI: 2634), orang-orang munafik, karena mengikut hawa
nafsu untuk memenuhi syahwatnya, diumpamakan seperti kambing jantan yang berada
di antara dua kambing betina. Tidak tetap pada satu betina, tetapi berbolak
balik pada ke duanya. Hal tersebut diumpamakan seperti orang munafik yang tidak
konsisten dengan satu komitmen.
Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.
Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.
8. Metode Targhib dan Tarhib
Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi pembelajaran dengan
menggunakan ganjaran terhadap kebaikan dan hukuman terhadap keburukan agar
peserta didik melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan.
Prinsip dasarnya terdapat dalam hadits berikut ini :
حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ
أَبِي عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ
بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا
الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ.
Artinya: Hadis Abdul
Aziz ibn Abdillah katanya menyampaikan padaku Sulaiman dari Umar ibn Abi Umar
dari Sâ’id ibn Abi Sa’id al-Makbârî dari Abu Hurairah, ia berkata: Ya
Rasulullah, siapakah yang paling bahagia mendapat syafa’atmu pada hari kiamat?,
Rasulullah saw bersabda: Saya sudah menyangka, wahai Abu Hurairah, bahwa tidak
ada yang bertanya tentang hadis ini seorangpun yang mendahului mu, karena saya
melihat semangatmu untuk hadis. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku ada
hari Kiamat adalah orang yang mengucapkan ”Lâilaha illa Allah” dengan ikhlas
dari hatinya atau dari dirinya.(al-Bukhari: 49)
Selain hadits juga
hadits berikut ini :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ
بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو عَنْ
بَكْرِ بْنِ سَوَادَةَ الْجُذَامِيِّ عَنْ صَالِحِ بْنِ خَيْوَانَ عَنْ أَبِي
سَهْلَةَ السَّائِبِ بْنِ خَلَّادٍ قَالَ أَحْمَدُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلًا أَمَّ قَوْمًا فَبَصَقَ فِي
الْقِبْلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ فَرَغَ لَا
يُصَلِّي لَكُمْ….
Artinya: Hadis Ahmad
ibn Shalih, hadis Abdullah ibn Wahhab, Umar memberitakan padaku dari Bakr ibn
Suadah al-Juzâmi dari Shâlih ibn Khaiwân dari Abi Sahlah as-Sâ’ib ibn Khallâd,
kata Ahmad dari kalangan sahabat Nabi saw. bahwa ada seorang yang menjadi imam
salat bagi sekelompok orang, kemudian dia meludah ke arah kiblat dan Rasulullah
saw. melihat, setelah selesai salat Rasulullah saw. bersabda ”jangan lagi dia
menjadi imam salat bagi kalian”… (Sijistani: 183).
Hadis di atas
tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
hâfiz, şiqah dan şiqah azaly. Memberikan hukuman (marah) karena orang tersebut
tidak layak menjadi imam. Seakan-akan larangan tersebut disampaikan beliau
tampa kehadiran imam yang meludah ke arah kiblat ketika salat. Dengan demikian
Rasulullah saw. memberi hukuman mental kepada seseorang yang berbuat tidak
santun dalam beribadah dan dalam lingkungan social.
Sanksi dalam
pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan yang terlalu lunak akan membentuk
pelajar kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati. Sanksi tersebut
dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan teguran, kemudian
diasingkan dan terakhir dipukul dalam arti tidak untuk menyakiti tetapi untuk
mendidik. Kemudian dalam menerapkan sanksi fisik hendaknya dihindari kalau
tidak memungkinkan, hindari memukul wajah, memukul sekedarnya saja dengan
tujuan mendidik, bukan balas dendam.
9. Metode pengulangan (tikror)
Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi ajar dengan cara
mengulang-ngulang materi tersebut dengan harapan siswa bisa mengingat lebih
lama materi yang disampaikan.
Prinsip dasarnya terdapat dalam hadits berikut :
حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ
بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ قَالَ حَدَّثَنِي
أَبِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ
الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
Artinya: Hadis
Musaddad ibn Musarhad hadis Yahya dari Bahzâ ibn Hâkim, katanya hadis dari
ayahnya katanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: Celakalah bagi orang yang
berbicara dan berdusta agar orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya, kecelakaan
baginya. (As-Sijistani: 716).
Hadis di atas
tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah hafiz, şiqah sadũq. Rasulullah saw. mengulang tiga kali perkataan
”celakalah”, ini menunjukkan bahwa pembelajaran harus dilaksanakan dengan baik
dan benar, sehingga materi pelajaran dapat dipahami dan tidak tergolong pada
orang yang merugi.
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.
Ø
Metode Pendidikan Islam menurut Al-Ghazali.
Perhatian
Al-Ghazali terhadap metode pengajaran lebih dikhususkan bagi pengajaran
pendidikan agama untuk anak-anak. Untuk ini ia telah mencontohkan suatu metode
keteladanan bagi mental anak-anak, pembinaan budi pekerti, dan penanaman
sifat-sifat keutamaan pada diri mereka. Metode pengajaran menurut Al-Ghazali
dapat dibagi menjadi dua bagian antara pendidikan agama dan pendidikan akhlak.
Metode
pendidikan agama menurut Al-Ghazali pada prinsipnya dimulai dengan hapalan dan
pemahaman, kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu
penegakan dalil-dalil dan keterengan-keterangan yang menguatkan akidah.
Al-Ghazali berpendapat bahwa pendidikan agama harus mulai diajarkan kepada
anak-anak sedini mungkin. Sebab dalam tahun-tahun tersebut, seorang anak
mempunyai persiapan menerima kepercayaan agama semata-mata dengan mengimankan
saja dan tidak dituntut untuk mencari dalilnya. Sementara itu berkaitan dengan
pendidikan akhlak, pengajaran harus mengarah kepada pembentukan akhlak yang
mulia. Al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah suatu sikap yang mengakar di
dalam jiwa yang akan melahirkan berbagai perbuatan baik dengan mudah dan
gampang tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan.
Selanjutnya, prinsip metodologi pendidikan modern selalu menunjukan aspek
ganda. Suatu aspek menunjukan proses anak belajar dan aspek lainnya menunjukan
aspek guru mengajar dan mendidik.
a). Asas-asas metode belajar
1. Memusatkan perhatian sepenuhnya.
2. Mengetahui tujuan ilmu pengetahuan yang akan
dipelajari.
3. Mempelajari ilmu pengetahuan dari yang
sederhana menuju yang komplek.
4. Mempelajari ilmu pengetahuan dengan
sistematika pembahasan.
b). Asas-asas metode mengajar
1. Memperhatikan tingkat daya pikir anak.
2. Menerangkan pelajaran dengan cara yang
sejelas-jelasnya.
3. Mengajarkan ilmu pengetahuan dari yang
konkrit kepada yang abstrak.
4. Mengajarkan ilmu pengetahuan dengan
berangsur-angsur.
c). Asas metode mendidik
1. Memberikan latihan-latihan.
2. Memberikan pengertian dan nasihat
3. Melindungi anak dari pergaulan yang buruk.
Rasulullah SAW selaku penyampai
risalah Islam yang mulia merupakan cerminan yang komprehensif untuk mencapai
kesempurnaan sikap, prilaku, dan pola pikir. Bahkan sayyidah ‘Aisyah tatkala
ditanya oleh beberapa sahabat mengenai pribadi Rasulullah SAW menyebutkan bahwa
Rasulullah itu adalah Al-Qur’an berjalan. Artinya semua kaidah kehidupan yang
ditetapkan islam melalui Al-Qur’an semuanya contoh sudah terdapat dan dijumpai
dalam diri Rasulullah SAW. Beliau bukan hanya menjadi seorang nabi, tapi juga
kepala negara. Beliau tidak cuma sekadar bapak tapi juga guru dengan teladan
yang baik. Allah SWT sendiri telah memuji keluhuran pribadi Rasulullah SAW
dalam ayat-Nya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”
(QS.Al-Ahzab : 21)
Jaminan
mardhatillah akan didapatkan oleh setiap orang yang bersungguh-sungguh menggali
dan meneladani kepribadian Rasulullah. Selain itu jaminan keselamatan dan
syafa’at saat hari kiamat akan diberikan Rasulullah. Jadi tidak ada keraguan
lagi dan tidak akan memilih cara lain termasuk dalam menerapkan pola pendidikan
selain yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Sosok
Rasulullah SAW yang menjadi pendidik sukses bisa diakui tidak cuma
kalangan dunia Islam namun juga dari komentar yang diberikan oleh kalangan
Barat seperti Robert L. Gullick Jr. dalam bukunya Muhammad, The Educator
menyatakan: “Muhammad merupakan seorang pendidik yang membimbing manusia menuju
kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar. Tidak dapat dibantah lagi bahwa
Muhammad sungguh telah melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong
perkembangan Islam, suatu revolusi sejati yang memiliki tempo yang tidak
tertandingi dan gairah yang menantang… Hanya konsep pendidikan yang paling
dangkallah yang berani menolak keabsahan meletakkan Muhammad diantara
pendidik-pendidik besar sepanjang masa, karena -dari sudut pragmatis- seorang
yang mengangkat perilaku manusia adalah seorang pangeran di antara pendidik”.
Selain itu Michael Hart dalam bukunya 100 tokoh dunia meletakkan Rasulullah
Muhammad di posisi pertama sebagai sosok paling berhasil dan tak tergantikan
oleh sosok lainnya berkaitan dengan memimpin dan mendidik umat dalam kurun
waktu singkat sehingga terwujud kehidupan yang mulia.
Rasulullah
sebagai pendidik memiliki strategi pendidikan yang penting diketahui. Strategi
tersebut terdiri dari metode, aksi, dan teknik yang diperlukan dalam
mendapatkan hasil yang maksimal untuk pendidikan islami. Metode yang dilakukan
Rasulullah meliputi :
- Spiritual-Mentality Building.
Rasulullah
meletakkan pondasi mental berlandaskan aqidah yang kuat terhadap kaum muslimin
semasa itu. Karena jika pendidikan tidak dimulai dari dalam diri, maka apapun
manifestasi pendidikan tersebut hanyalah manipulatiif. Pembentukan mental islam
yang kuat akan menghindarkan anak didik dari penyakit hati seperti benci, dengki,
buruk sangka, sombong, bohong, pesimis, dsb. Jika seseorang telah mampu
mengeliminasi penyakit hati, maka orang tersebut berpotensi besar untuk sukses.
- Applicable.
Allah SWT tidak
pernah memerintahkan keimanan kecuali disertai dengan tindakan nyata. Maka
berawal dari kenyataan ini, Rasulullah SWT melakukan penguatan pengetahuan
teoritis dengan aplikasi praktis. Sebab akan bisa didapatkan manfaat hakiki
yang lahir dari aplikasi praktis terhadap pengetahuan teoritis tersebut.
- Balance in Capacity.
Artinya sebagai
seorang pendidik yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW adalah memberikan
penugasan dan menjelaskan sesuatu sesuai dengan kemampuan dan pemahaman yang
dimiliki oleh anak didik. Karena, tugas yang berlebihan akan menyebabkan
seorang pendidik tersebut dijauhi dan tugasnya pun akan ditinggalkan. Metode
ini sesuai dengan hadits Rasulullah
- Right Treatment for Diversity.
Pendidikan
Islami memerlukan tindakan tepat terhadap keragaman anak didik. Keragaman
tersebut bisa diklasifikasi berdasarkan demografi. Rasulullah memberi perlakuan
berbeda dalam mendidik antara pria dengan wanita, antara orang badui dengan
orang kota, antara orang yang baru masuk islam dengan yang sudah lama memeluk
islam. Sehingga jika tepat dalam memberi perlakuan terhadap keragaman anak
didik, apa yang disebut adil akan terwujud dari pendidik kepada anak didik.
- Priority & Thing First Thing.
Kemampuan untuk
membuat prioritas dan memilah yang terpenting daripada yang penting sangat
diperlukan untuk dimiliki oleh pendidik. Prioritas dan mendahulukan hal
terpenting dalam proses pendidikan islami berarti menanamkan kebiasaan kepada
anak didik bertindak efektif dan efisien. Efektif artinya melakukan sesuatu
yang benar sedangkan efisien berarti melakukan sesuatu dengan benar.
- Good Advice for Good Time.
Pendidik umat
harus mampu memberikan konseling kepada anak didik yang sedang dilanda masalah
ataupun berbuat kesalahan fatal tanpa disadarinya. Ada yang perlu diperhatikan
dalam pemberian nasehat/advice kepada anak didik yaitu kuantitas dan timing.
Kuantitas maksudnya nasihat yang diberikan tidak banyak namun terkontrol dalam
pelaksanaan pada anak didiknya. Jika terjadi pengabaian pada nasihat pertama,
maka bisa kemudian diberi nasehat yang selanjutnya dan lebih berbobot. Lantas,
mengenai waktu/timing penyampaian nasihat harus tepat. Pemilihan waktu yang
tepat saat memberikan nasehat akan memberikan dampak perubahan yang luar biasa
kepada anak didik.
- Achievement Motivation.
Motivasi
berprestasi penting artinya dimasukkan dalam proses pendidikan islami karena
mengandung dorongan positif yang kuat dari dalam diri manusia berefek pada
sikap dan tindakannya mengarah pada hal yang positif pula. Sehingga kebajikan
lebih dominan dan mampu melenyapkan keburukan.
- Coercive and Reward.
Sanksi dan
Penghargaan bisa dianggap sebagai upaya memotivasi anak didik. Ada kalanya anak
didik berbuat baik karena takut dihukum dan ada yang memang menginginkan
mendapat pujian dari gurunya. Sedangkan Rasulullah SAW mencontohkan
mengedepankan penghargaan ketimbang sanksi karena Allah SWT mengutamakan
menerima karena suka daripada karena takut. Menerima karena suka akan
memunculkan kerinduan untuk melakukan apa yang diperintahkan dengan lapang
dada.
- Self-Evaluation.
Rasulullah
mengajarkan kepada kaum muslimin waktu itu dalam metode pendidikan yang beliau
jalankan adalah evaluasi diri (muhasabah). Anak didik yang selalu diajak untuk
melakukan evaluasi diri dalam keterlibatannya pada proses pendidikan islami
akan memacu diri anak didik untuk melakukan perbaikan sehingga akan didapatkan
peningkatan performance (kinerja) yang lebih baik lagi.
- Sustainable Transfer.
Pendidikan
islami merupakan pembentukan diri dan prilaku yang tidak bisa didapatkan dalam
waktu sekejap. Butuh kesinambungan proses baik transfer maupun control terhadap
hasilnya. Proses pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah juga berjalan dalam
jangka waktu yang tidak singkat. Waktu 13 tahun dihabiskan selama di Makkah dan
dilanjutkan di Madinah di sisa usia beliau hingga kembali ke haribaan tidak
pernah berhenti untuk terus dan terus mendidik umat.
Penjelasan
singkat mengenai keteladanan Rasulullah SAW bagi pendidik umat bisa menjadi
bekal untuk melakukan perbaikan mutu sikap dan pikir anak didik sesuai dengan
syari’at Islam. Sebenarnya masih sangat luas sekali-hingga tak terhitung
jumlahnya-,keteladanan yang diberikan Rasulullah SAW. Tapi sekali lagi, jika
kita mau dan bertekad keras untuk memulai dari yang sedikit dulu namun
istiqomah dan ada peningkatan bertahap kelak kemudian hari dari apa-apa yang
telah dicontohkan Rasulullah, insya Allah akan menghasilkan kualitas anak didik
yang tidak diragukan lagi kehandalannya.
4.
Contoh
Pendidikan Dalam Islam
Hakekat pendidikan adalah proses manusia untuk menjadi sempurna
yang diridhoi Allah SWT. Hakikat tersebut menunjukkan pendidikan sebagai proses
menuju kesempurnaan dan bukannya puncak kesempurnaan, sebab puncak kesempurnaan
itu hanyalah ada pada Allah dan kemaksuman Rasulullah SAW. Karena itu,
keberhasilan pendidikan hanya bisa dinilai dengan standar pencapaian
kesempurnaan manusia pada tingkat yang paling maksimal.
Diantara contoh pendidikan islami adalah pendidikan yang bertujuan
untuk membangun kepribadian islami yang terdiri dari pola piker dan pola jiwa
bagi umat yaitu dengan cara menanamkan tsaqofah Islam berupa Aqidah, pemikiran,
dan perilaku Islami kedalam akal dan jiwa anak didik. Karenanya harus disusun
dan dilaksanakan kurikulum oleh Negara.
Selain itu, pendidikan Islami tidak hanya mementingkan pendidikan
agama saja, tapi bertujuan untuk mempersiapkan generasi Islam untuk menjadi
orang ‘alim dan faqih di setiap aspek kehidupan, baik ilmu diniyah (Ijtihad,
Fiqh, Peradilan, dan lain- lain) maupun ilmu terapan dari sains dan teknologi
(kimia, fisika, kedokteran, dan lain- lain). Sehingga output yang didapatkan
mampu menjawab setiap perubahan dan tantangan zaman dengan berbekal ilmu yang
berimbang baik diniyah maupun madiyah-nya.
Pembangunan dan pembentukan
generasi islam berkualitas sebagaimana para sahabat, tabi’in, tabi’in-tabi’at
dan ulama-ulama kenamaan merupakan bukti keberhasilan pola pendidikan islami.
Generasi islam dinilai berkualitas apabila terbentuk pola pikir dan pola jiwa
berlandaskan pada aqidah Islam yang kuat sehingga mampu mengintegrasikan
keimanan dan kompetensi pada diri anak didik. Pola pendidikan islami sudah ada
semenjak Rasulullah SAW hidup dan beliaulah yang meletakkan pondasinya dengan
banyak keteladanan yang bisa diambil. Dengan dihasilkannya generasi islami juga
akan didapati peradaban mulia seperti yang sudah tercatat dalam sejarah dunia
tentang kegemilangan peradaban islam mengubah dunia dari kegelapan menuju
pencerahan hakiki. Pendidikan islami mampu membuktikan janji Allah SWT dengan
munculnya umat terbaik sesuai dengan ayat al-Qur’an :
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik.(QS. Ali Imron : 110)
Wallahu’alam
bish-Showab…..
PENUTUP
Menurut Al-Ghazali, pendidikan yang baik merupakan jalan untuk mendekatkan diri
kepada Allah dan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Al-Ghazali
menggabungkan antara kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Tentang
kurikulum pendidikan Islam, Al-Ghazali mengatakan bahwa Al-Quran beserta
kandungannya berisikan pokok-pokok ilmu pengetahuan. Isinya sangat bermanfaat
bagi kehidupan, membersihkan jiwa, memperindah akhlak, dan mendekatkan diri
kepada Allah.
Tujuan pendidikan Islam dalam pandangan Al-Ghazali hanyalah untuk mendekatkan
diri kepada Allah. Adapun tujuan utama dari penggunaan metode dalam pendidikan
harus diselaraskan dengan tingkat usia, kecerdasan, bakat dan pembawaan anak
dan tujuannya tidak lepas dari nilai manfaat. Tentang pendidik, Al-Ghazali
menekankan bahwa seorang pendidik harus memiliki norma-norma yang baik,
khususnya norma akhlak. Karena pendidik merupakan contoh bagi anak
didiknya.Dalam kaitannya dengan peserta didik, Al-Ghazali menjelaskan bahwa
mereka merupakan hamba Allah yang telah dibekali potensi atau fitrah untuk
beriman kepada-Nya. Fitrah itu sengaja disiapkan oleh Allah sesuai dengan
kejadian manusia, cocok dengan tabiat dasarnya yang memang cenderung kepada
agama Islam.
Daftar Pustaka
1.
Al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, Yogyakarta: Islamika, 2003.
2.
Al-Ghazali, Mutiara Ihya` Ulumuddin. Terj Iwan Kurniawan. Mizan:
Bandung. 2001
3. Arifin
M., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
4. Fathiyah
Hasan Sulaiman. Konsep Pendidikan Al-Ghazali, Jakarta: Guna Aksara,
1986.
5. Nata,
Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
6. Nata,
Abuddin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2003
7. Ramayulis
dan Nizar, Samsul, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Ciputat: PT Ciputat
Press group, 2005
8. Zainuddin
dkk., Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara,1991.
Diberdayakan oleh Blogger.