Archive for 2013
Tahun baru segera tiba.
Banyak yang merasa, waktu berjalan begitu cepat, time
flies.
Ke mana saja hari? Tiba-tiba sudah akhir tahun dan di depannya tahun baru
lagi.
Ah, kita semua sebenarnya ditelan
kecepatan. Kecepatan adalah gejala paling menonjol dari kehidupan mutakhir
kita. Kita semua pemuja kecepatan. Sesuatu yang lambat, kita keluhkan:
internet lelet banget, filmnya lamban jelek, masakannya enak tapi nunggunya
lama, jawabannya tidak seketika terlalu mikir, kereta pelan tak
sampai-sampai....
Semua orang ingin lebih cepat dan lebih
cepat lagi. Kerja lebih cepat, terhubung lebih cepat, berpikir lebih cepat, ngomong lebih
cepat, bercinta lebih cepat, hamil lebih cepat—sampai tak sempat berpikir,
hamil ini karena terpaksa atau suka bin senang?
Kecepatan dan konsumerisme jalin-menjalin
menjadikan apa saja terasa kurang. Ada midnite
shopping, liburan, clubbing,
nonton bioskop, pesta, berselingkuh, ditambah entah apa lagi. Waktu tetap
saja terasa cupet. Padahal, pendidikan anak sudah diserahkan kepada babu.
Hidup manusia modern adalah perjalanan dari kekecewaan ke kekecewaan karena
apa yang ingin dijalani dan apa yang bisa dijalani makin lebar jaraknya.
Penghayatan kita terhadap waktu bukanlah
sebagai siklus. Waktu dihayati sebagai sesuatu yang linear: melesat cepat ke
depan. Bersama kecepatan pula kemudian sejumlah imperatif kehidupan hilang.
Taruhlah di antaranya proses. Proses diganti sukses, yang datangnya kalau
bisa seseketika mungkin. Pokoknya gampang. Tinggal petik.
Bagaimana caranya? Diomongkan. Mengalirlah
kutipan, uraian, fasih, diungkapkan sambil mesem-mesem, seolah hidup melulu
gejala kata-kata, bukan pelaksanaan segenap aktivitas diri yang di dalamnya
termasuk pikiran, tubuh, dan spiritualitas manusia. Bahwa sebagaimana gejala
alam, totalitas manusia tak bisa digenjot kecepatannya semudah kata-kata para
penganjur produktivitas industri kapitalis. Pret.
Ada sesuatu yang sifatnya alamiah. Tidak
ada bayi yang dengan seketika bisa disuruh tegak berdiri dan langsung
berlari. Harus terjadi pengondisian tubuh terlebih dahulu, sebelum tubuh bisa
diperintah otak untuk melakukan gerak-gerak motorik. Atau sebaliknya, pada
fase berikut, kadang dibutuhkan pengondisian otak, untuk tidak terlalu
mengintervensi tubuh. Kalau otak terlalu mengintervensi tubuh, orang jadi
sulit tidur, stres, mau bercinta loyo karena masih mikirin anjlognya harga saham.
Sejak awal, modernitas memang berkecenderungan
mereduksi gejala tubuh. Manusia gerak menjadi manusia duduk. Kota dan
metropolitan lahir.
Bersama perkembangan urbanisme, manusia terpisahkan dari alam. Manusia urban tidak mengolah alam. Mereka secara perlahan mulai lupa keterkaitannya dengan alam yang menghidupinya.
Bersama perkembangan urbanisme, manusia terpisahkan dari alam. Manusia urban tidak mengolah alam. Mereka secara perlahan mulai lupa keterkaitannya dengan alam yang menghidupinya.
Hinterland,
desa-desa di sekeliling kota sumber daya pertanian, dilupakan keberadaannya.
Dalam globalisasi, keterkaitan kota-desa kian hilang dari memori. Soalnya,
jarak antara produsen bahan makanan dengan piring orang kota kian jauh. Beras
yang dimakan orang Jakarta berasal dari Thailand. Jeruk dari China. Kopi dari
Brasil.
Kalau orang kota kembali ke desa,
keinginannya bukan untuk mengolah alam, melainkan mengonsumsi romantisme
desa. Banyak teman saya membeli tanah di desa-desa di kota lamanya, sebelum
nantinya hengkang, karena kenyataan tidaklah seperti kenangan. Tidak tahu
lagi, apa yang harus diperbuat dengan kesenyapan. Sudah terlalu terbiasa
dengan kecepatan, hiruk-pikuk, dan gebyar-gebyar palsu.
Di akhir tahun seperti sekarang, kadang
sulit saya menjawab pertanyaan orang: di mana tahun baru? Mau apa?
Sekalipun pada 2013 kita
menghadapi banyak permasalahan ekonomi, kita tetap bersyukur dapat melaluinya
dengan selamat. Tahun 2013 di- cirikan dengan inflasi yang tinggi sekitar 8,5
persen, nilai rupiah yang melemah sekitar 27 persen pada tingkatan sekitar Rp
12 ribu per dolar AS, dan pertumbuhan ekonomi yang menurun menjadi sekitar
5,8 persen.
Kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM) menyebabkan inflasi yang tinggi. Defisit transaksi berjalan di atas
tiga persen dari produk domestik bruto (PDB) menyebabkan tekanan berat pada
rupiah dan menurunnya investasi serta ekspor menyebabkan penurunan
pertumbuhan ekonomi.
Memasuki 2014 sekalipun dengan harapan ekonomi yang lebih baik, kita masih
dihadapkan dengan tantangan yang tidak ringan.
Dari luar, rencana bank sentral
Amerika Serikat (the Fed) untuk
menurunkan stimulus dengan mengurangi
pembelian obligasi yang lebih besar menyebabkan aliran modal ke luar dari
negara berkembang, termasuk Indonesia, dan modal kembali ke AS. Hal ini
menyebabkan tekanan masih akan berlangsung pada nilai rupiah. Kemungkinan the Fed akan menaikkan suku bunga pada
pengujung 2014 yang memberi kan tekanan semakin besar pada rupiah.
Bank Indonesia (BI) masih mungkin menaik kan BI Rate untuk
membuat nilai rupiah tidak terus merosot. Sementara, inflasi akan me nurun
pada kecenderungannya, yaitu sekitar lima persen. Sekalipun demikian, hal
tersebut menunjukkan prospek perbaikan ekonomi AS yang berpengaruh positif
pada ekonomi dunia. Ekonomi Cina yang menjadi rekan perdagangan utama
Indonesia kemungkinan juga akan membaik yang memberikan peluang peningkatan
ekspor Indonesia. Ekonomi Jepang kemungkinan juga membaik yang juga
menguntungkan bagi ekspor Indonesia. Ekonomi Eropa kemungkinan yang masih
lemah karena masalah struktural yang sulit untuk diatasi.
Dengan ketidakpastian di tingkat global tersebut, dengan
faktor positif dan negatifnya bagi ekonomi Indonesia, kita harus
mempersiapkan diri dengan lebih baik memasuki 2014 sebagai masa transisi. Di
dalam negeri, kekuatan pasar domestik yang didukung oleh konsumsi masyarakat
masih kuat. Sektor telekomunikasi, perdagangan, dan keuangan masih memimpin
dalam pertumbuhan sektoral. Sektor yang semestinya unggul, seperti manufaktur,
pertanian, dan pertambangan, masih membutuhkan restrukturisasi untuk dapat
kompetitif dan memperbaiki ketergantungan ekonomi yang besar pada impor serta
dapat meningkatkan ekspor.
Tahun 2014 juga merupakan tahun politik. Perhatian
pemerintah dan politikus adalah pada pemilihan legislatif (pileg) dan
pemilihan presiden (pilpres). Ditambah dengan ketatnya tindakan antikorupsi
maka inisiatif pemerintah akan semakin terbatas. Sedangkan, pemerintah baru
akan terbentuk pada Oktober 2014 dan belum akan dapat berbuat banyak bagi
perekonomian 2014. Karena itu, dapat kita katakan 2014 adalah juga sebagai masa
transisi dari pandangan ekonomi-politik. Harapan lebih besar pada
perkembangan ekonomi pada 2015.
Masa transisi 2014 semestinya juga dikaitkan dengan
restrukturisasi ekonomi dari mengandalkan sumber daya alam kepada kemampuan
dalam produksi di manufaktur dan pertanian yang terkait dengan nilai tambah
global (global value chain). Indonesia dapat mendapatkan manfaat
optimal dari perkembangan global dan dapat meminimalkan dampak negatifnya.
Bagi dunia usaha, memasuki 2014 semestinya
juga lebih fokus pada menyesuaikan diri dengan perubahan ekonomi dengan bunga
pinjaman yang lebih tinggi, nilai rupiah yang relatif lebih lemah, dan
inflasi yang menurun. Pada paruh pertama 2014, ketidakpastian masih akan
dihadapi dunia usaha. Namun, pada paruh kedua 2014, ekonomi akan membaik
seiring dengan perbaikan ekonomi AS dan Cina.
Peluang usaha akan semakin terbuka. Apalagi, jika presiden
terpilih dan pemerintahan baru sesuai dengan harapan masyarakat, prospek
perekonomian akan lebih baik lagi. Bagi dunia usaha yang dapat mempersiapkan
diri dengan baik pada masa transisi ini, akan mendapatkan manfaat besar pada
perkembangan ekonomi 2015. Tentu saja, penyesuaian tidaklah mudah.
Uji materi terhadap Undang-Undang Keuangan
Negara dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ke Mahkamah Konstitusi mendapat
tanggapan beragam. Sebagian menganggap langkah tersebut sebagai upaya membuat
lincah BUMN dalam berbisnis. Di lain pihak, ada kekhawatiran bahwa jika uji
materi itu dikabulkan, peluang korupsi akan menjadi lebih besar di lingkungan
entitas bisnis milik negara tersebut.
Koalisi untuk Akuntabilitas Keuangan (KUAK)
Negara terang-terangan menyatakan khawatir. Mereka curiga bahwa uji materi
tersebut merupakan modus elite partai dalam mencari biaya politik dari BUMN.
Mereka juga mencurigai hal itu sebagai cara BUMN menyelamatkan diri dari pemeriksaan
atau audit BPK. Bahkan, mereka mencurigai BUMN akan berbondong-bondong
melakukan IPO (penawaran perdana saham) menjelang pemilu 2014.
Semua itu merupakan kekhawatiran yang
berlebihan. Bahwa mereka khawatir akan pemisahan keuangan BUMN dengan keuangan
negara, itu jelas sesuatu yang sah. Namun mengkaitkan uji materi dengan
kebutuhan elite partai politik untuk menggali biaya pemilu bisa dianggap
sebagai paranoia politik. Apalagi, mereka mengatakan BUMN akan menjadi sasaran
perampokan karena tidak akan lagi diaudit BPK (Koran Tempo, Senin, 18 November
2013).
Uji materi sejumlah pasal dalam UU Keuangan
Negara dan UU BPK itu bermula dari keprihatinan Ketua Pusat Kajian Masalah
Strategis Universitas Indonesia (CSSUI) Prof Dr Arifin P. Soeria Atmadja, S.H.
Beliau sangat bersemangat untuk membantu BUMN/BUMD agar bisa bergerak lincah
dan bersaing seperti entitas bisnis swasta.
Dia menyatakan ada yang salah dalam pengaturan
BUMN/BUMD sebagai lembaga bisnis. Dalam setiap forum, ia selalu mengatakan BUMN
agak sulit bersaing dengan swasta. Sebab, dari sisi aturan, mereka diatur oleh
lebih dari delapan undang-undang. Sedangkan perusahaan swasta hanya diatur
maksimal tiga UU. Ini menyebabkan BUMN/BUMD tidak punya ladang bermain yang
sama.
Apa saja regulasi yang mengatur BUMN? UU PT,
UU Pasar Modal, UU Sektoral, UU BUMN, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan
Negara, UU Tipikor, serta UU Pemeriksaan Pengeluaran dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara. Khusus BUMD, masih ditambah UU Pemerintahan Daerah. Sedangkan
perusahaan swasta hanya diatur oleh UU PT, UU Pasar Modal, dan UU Sektoral.
Prof Arifin pula yang getol menggalang
dukungan untuk mengajukan permohonan uji materi. Bahkan, kegigihannya dalam
memperjuangkan BUMN dan BUMD ini dibawa sampai beliau wafat. Dosen UI ini
meninggal karena kelelahan setelah berdiskusi membahas materi di Hotel
Borobudur, Jakarta. Ibaratnya, ia wafat di medan perjuangan saat gugatannya
sedang dalam proses persidangan di Mahkamah Konstitusi. Semoga Allah membalas
amal baik beliau.
Di mata Prof Arifin, BUMN merupakan badan
hukum privat, bukan badan hukum publik seperti pemerintah. Kekayaan BUMN adalah
kekayaan BUMN itu sendiri, bukan kekayaan negara. Kepemilikan pemerintah bukan
pada asetnya, melainkan pada jumlah sahamnya. Karena itu, kerugian BUMN/BUMD
bukan kerugian negara, melainkan kerugian korporasi seperti perusahaan swasta.
Lantas bagaimana kalau terjadi penyimpangan?
Jika terjadi penyimpangan pengelolaan sehingga terjadi kerugian, harus
diselesaikan melalui pendekatan perdata lewat ganti rugi atau pengembalian
kerugian. Jika yang bersangkutan tidak bisa menyelesaikan melalui mekanisme
ganti rugi atau berkeberatan, baru dilakukan proses pidana.
Seringkali keberatan atas langkah Prof Arifin
ini muncul hanya karena melihat modal yang disetor ke BUMN berasal dari APBN.
Karena modalnya dari APBN, maka ia harus diperlakukan sebagai aset negara dan
harus mengikuti regulasi lembaga publik. Alasan inilah yang selalu menjadi
senjata mereka dalam mengajukan keberatan atas pemisahan kekayaan BUMN/BUMD
dari kekayaan negara.
Tapi apakah harus demikian? Sebetulnya tidak.
Gaji pegawai negeri yang diterima setiap bulan sudah tidak bisa disebut sebagai
uang negara. Karena itu, ketika gaji itu sudah di saku pegawai dan dicopet,
bukan berarti ia menghilangkan uang negara. Gaji yang telah dibayarkan telah
menjadi milik pribadi dan pertanggungjawabannya juga pribadi.
Jika dicermati, baik yang menggugat UU
Keuangan Negara dan UU BPK ke MK maupun yang menolak mempunyai semangat yang
sama. Pihak penggugat membutuhkan revisi regulasi agar mereka lebih lincah
dalam menjalankan roda bisnis BUMN dan BUMD. Dengan tidak adanya "ranjau
regulasi" yang bisa mencelakakan pengurusnya, mereka berharap bisa
bersaing dengan swasta dan bisa melipatgandakan kekayaan negara lewat bisnis
yang digelutinya.
Sementara itu, pihak yang menolak gugatan
tersebut punya semangat menjaga aset negara yang berada di BUMN/BUMD tidak
hilang dan terus bertahan. Semangat keduanya tentu harus kita dukung bersama.
Namun, dalam prakteknya, upaya mengontrol secara langsung itu menjadi kurang
produktif, bahkan malah menghambat BUMN/BUMD menjalankan perannya sebagai
pengungkit ekonomi nasional ataupun daerah.
Guru menjadi sebuah profesi yang semakin
diminati sejak pemerintah mengalokasikan anggaran yang besar untuk
peningkatan kesejahteraannya. Besarnya anggaran untuk keperluan ini pun tidak
main-main, dari total anggaran fungsi pendidikan sebesar Rp 337 triliun di
tahun 2013, pemerintah mengalokasikan Rp 43 triliun untuk tunjangan profesi
guru. Data Pokok Pendidikan tahun 2012 menyebutkan, dari 2.744.379 orang guru
yang ada, sejumlah 1.168. 405 orang telah tersertifikasi.
Apa yang telah dicapai ini, tentu saja tidak
terlepas dari perjuangan para guru sendiri melalui organisasi profesi yang
telah mulai menampakkan geliatnya pasca reformasi berlangsung. Tumbuh
suburnya berbagai macam organisasi profesi guru membuat guru tidak kehilangan
suaranya. Karena kenyataannya suara guru terlalu lama dibungkam untuk
kepentingan politik para penguasa.
Merujuk dari keberhasilan para guru
memperjuangkan hak-haknya untuk mendapatkan penghargaan yang sepadan dengan
profesi lainnya, maka organisasi ini pasti juga akan mampu jika kini saatnya
guru berbalik memberikan hak-hak orang lain melalui tunjangan profesi yang
telah didapatnya tersebut. Satu program mengenai pemungutan dan
pendistribusian zakat tunjangan profesional dapat dilahirkan melalui
organisasi profesi guru ini.
Zakat yang bersumber dari tunjangan profesi
guru-guru muslim jika dikelola secara terpusat bukan tidak mungkin akan
memberikan kontribusi bagi peningkatan perekonomian masyarakat Indonesia.
Seorang guru negeri dan impassing menerima tunjangan profesi sebesar satu
kali gaji dalam setiap bulannya. Artinya tambahan pendapatannya tersebut bisa
masuk nishab yang dipersyaratkan. Maka di dalam tunjangan profesi tersebut
terdapat hak-hak orang lain yang harus guru muslim sadari untuk diberikan
kepada yang berhak.
Seperti diketahui, satu diantara
prinsip-prinsip ekonomi Islam adalah distributive justice yang berguna untuk
membangun keadilan sosial dan ekonomi yang lebih besar melalui redistribusi
penghasilan dan kekayaan yang lebih sesuai untuk kelompok miskin dan kelompok
yang membutuhkannya.
Jika diasumsikan jumlah guru muslim di seluruh
Indonesia ada sekitar 90 persen, maka akan didapatkan jumlah sebanyak Rp 38,7
triliun. Selanjutnya dapat dihitung potensi zakat yang dapat dikumpulkan pada
tahun 2013 adalah sebesar 2,5 persen dari jumlah tersebut yaitu sebanyak Rp
967, 5 miliar.
Dari ilustrasi tersebut didapatkan sebuah
potensi strategis untuk dapat menyumbangkan peningkatan bagi perekonomian
masyarakat. Muflih (2006), mengatakan sekiranya umat Islam kelas ekonomi
menengah atas di setiap daerah cenderung berperilaku konsumsi yang adil dan
ihsan, maka kemanunggalan sosial ekonomi di masyarakat akan berjalan dengan
baik sekalipun mereka berbeda latar belakang suku bangsa dan daerah. Karena
aturan dalam keberagamaan termasuk didalamnya zakat dan sedekah adalah sama.
Jika pengelolaan zakat tunjangan profesi ini
mampu secara profesional dikelola oleh organisasi guru yang tersebar di
seluruh nusantara, niscaya akan didapatkan berbagai keuntungan. Pertama,
masyarakat penerima zakat akan ikut merasakan nikmatnya kenaikan
kesejahteraan guru. Sehingga kecemburuan sosial bisa teredam.
Kedua, akan tercipta program-program swadaya
yang dapat dikembangkan oleh organisasi profesi dengan sharing dana zakat
yang ada, yang dapat dipergunakan untuk pelatihan-pelatihan kepada masyarakat
yang berhak mendapatkannya.
Ketiga, membuka mata guru muslim bahwa
kewajiban berzakat merupakan hakiki yang tersurat dalam rukun Islam. Zakat
bukan sekedar zakat fitrah, namun juga zakat mal yang lebih sering diabaikan.
Keempat, gerakan guru berzakat merupakan
sebuah modal sosial yang dapat dipergunakan untuk memberikan keteladanan
konkrit bagi negara ini, dimana banyak sekali para pelaku koruptor yang
seolah harta hanya akan diraup untuk kepentingannya sendiri. Keteladanan yang
muncul dari guru akan terasa sangat menyejukkan, dimana status guru yang
masih dianggap mulia oleh masyarakat.
Kelima, zakat guru bisa dibagikan untuk
kegiatan pemberian beasiswa bagi siswa miskin berprestasi. Dengan program ini
bukan tidak mungkin akan melahirkan cikal bakal enterpreuner dari kaum
pelajar.
Selain itu, wujud penyaluran zakat sebagai
dana produktif, yang sumbernya berasal dari guru bersertifikasi akan
menguatkan dua ciri keprofesionalan sang guru, yaitu kompetensi sosial dan
kompetensi kepribadian. Sehingga peran guru bukan saja berada dalamlingkungan
tempatnya mereka bekerja, namun juga dapat dirasakan manfaatnya bagi
masyarakat.
Diperlukan cara untuk mengubah sikap,
memberikan motivasi yang tepat, serta menciptakan lingkungan sosial yang peka
dan terbuka. Guru sebagai kaum intelek di dalam masyarakatnya akan menjadi
teladan dan bersama-sama membangun semangat berzakat dan bersedekah demi
mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Seperti yang telah dijanjikan oleh Allah SWT dalam QS
Al-A'raf ayat 96, "Padahal jika
sekiranya penduduknya negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami
melimpahkan kepada mereka berkah-berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan, maka Kami siksa mereka disebabkann apa yang mereka
lakukan."
BILA kita memutar balik jarum jam tahun
lalu, 2013 sudah ditabalkan sebagai tahun politik, tahun strategis bagi
parpol, caleg, dan capres untuk ancang-ancang memenangi pemilu legislatif
pada April 2014 dilanjutkan pemilihan presiden pada Juli tahun yang sama.
Setelah lembar demi lembar tahun 2013 kita lewati, ramalan itu ada benarnya.
Itu semua fenomena di permukaan. Di dapur
legislatif (DPR dan DPRD), keputusan yang menyangkut kepentingan publik pasti
diwarnai tarik-menarik kepentingan politik di antara wakil rakyat dalam
melaksanakan fungsi sebagai pengawas, penyusun perundang-undangan ataupun
penganggaran.
Bagaimana di dapur eksekutif? Sebelum
pemberlakuan otda awal 2000, genderang peringatan peningkatan eksploitasi
lingkungan sudah ditabuh. Hal ini didasari kekhawatiran sumber daya
alam diperlakukan sebagai lumbung PAD.
Adalah fakta pemda yang kaya sumber
daya alam mudah memberikan izin penambangan demi mengejar PAD. Termasuk
gampang menerbitkan izin pemanfaatan kayu.
Pada Hari Tata Ruang tanggal 8 November
lalu, saya menjadi narasumber seminar tentang tata ruang kepulauan berbasis
pertambangan di Bangka Belitung. Sampai saat ini draf tata ruang provinsi
tersebut masih dalam pembahasan. Menurut tokoh masyarakat provinsi tersebut,
yang proeksploitasi sengaja terus mengulur agar kepentingan mereka tidak terusik.
Kita tahu UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang mengamanatkan rencana tata ruang nasional, provinsi,
kabupaten/kota harus mendasarkan pada daya dukung lingkungan dan daya tampung
lingkungan. Untuk kabupaten/kota yang tidak memiliki sumber daya alam
memadai, instrumen izin dipgunakan sebagai wahana mengeruk PAD.
Di tengah ingar-bingar eksploitasi sumber
daya alam dan lingkungan, muncul sejumlah oasis seperti Kota Surabaya dan
kelompok/masyarakat peduli lingkungan. Surabaya yang dulu dikenal sebagai
’’Surabahaya’’ mengingat tingkat kerusakan dan pencemaran lingkungan yang
melebihi batas, di bawah Wali Kota Tri Rismaharini berubah jadi kota teduh,
nyaman, asri, dan manusiawi.
Kota Pahlawan itu meraih tiga kali secara
berturut-turut Adipura Kencana, mengindikasikan bukan hanya comply mengelola
sampah, menekan tingkat pencemaran udara dan air melainkan sudah beyond
compliance dengan inovasi. Kita bisa melihat pengolahan sampah dari skala
rumah tangga dan TPS berprinsip 3R (reduce,
reuse, dan recycle),
menggunakan energi terbarukan dan efisiensi energi.
Melalui Taman Bungkul, ibu kota Jatim itu
menerima Asian Townscape Award dari
Badan PBB untuk Habitat, dan dinyatakan sebagai taman terbaik di Asia karena
memadukan aspek budaya, sosial, dan ekonomi. Di taman tersebut ada
makam cikal-bakal kota itu yang masih ramai dikunjungi masyarakat. Di tempat
itu pula, warga berekreasi, melepaskan lelah, bertemu dengan rekan bisnis.
Anak-anak muda bisa sepuasnya browsing
internet. Di taman itu PKL bisa berjualan dengan tenang. Taman Bungkul
menjadi tumpuan warga dan menurut Wali Kota akan dibangun 15 taman serupa di
seantero Surabaya. Fungsi sosial taman bukan hanya dirasakan oleh
pengguna melainkan juga oleh warga kota pada umumnya.
Sementara, oasis lain bisa kita lihat dari
kelompok pelestari lingkungan yang dalam 5 tahun terakhir tumbuh bagai
cendawan pada musim hujan. Kelompok-kelompok pengolah sampah skala rumah
tangga yang melakukan 3R dapat kita temui di Semarang, Jakarta, Bandung,
Solo, Bantul, Yogyakarta dan sebagainya.
Prospek
2014
Sampah organik diolah menjadi pupuk dan
sampah anorganik dikemas jadi berbagai produk bernilai ekonomi seperti tas,
tempat tisu, vas bunga dan sebagainya. Kelompok yang didominasi ibu-Ibu ini
mengembangkan sayap dengan membentuk bank sampah. Bank ini membeli sampah
dari warga untuk kemudian dipilah, sebagian dijual kepada pengumpul, sebagian
lagi diolah jadi berbagai produk.
Diskusi mengenai prospek Indonesia
pasca-2014 berkait Munas IKA Undip di kampus Pleburan tanggal 7 Desember 2013
menyimpulkan bahwa bila kualitas Pemilu 2014 masih seperti periode
sebelumnya, bisa dipastikan kondisi Tanah Air ke depan tak akan lebih baik.
Pemilu-pemilu sebelumnya selalu diwarnai politik uang, dan bukan lagi rahasia
adanya biaya politik tinggi untuk bisa menjadi legislator.
Tak mengherankan bila sepanjang masa
baktinya anggota legislatif, dan mungkin juga kepala daerah lebih disibukkan
urusan bagaimana mengembalikan dana yang pernah dikeluarkan berkait
keterpilihan mereka. Nasib lingkungan tahun depan tidak bisa banyak
mengandalkan pilar legislatif dan eksekutif tetapi harus banyak bertumpu pada
kreativitas, inovasi perorangan dan kelompok/masyarakat yang dengan panggilan
hatinya memelopori pelestarian lingkungan.
Semula
saya kira isu tentang kebohongan-kebohongan pemerintahan SBY yang
disampaikan para tokoh lintas agama di kantor PP Muhammadiyah Senin lalu
(10-01-2011) sungguh merupakan hal yang sangat gawat. Buktinya, pada
hari yang sama Menkopolhukam Djoko Suyanto merasa harus memberikan
keterangan pers untuk meluruskan berita yang ditulis dalam editorial di
salah satu media kita bahwa sudah terlalu banyak kebohongan yang
dilakukan pemerintah kepada rakyat. Nampaknya dalam hal ini pemerintah
tidak mau gegabah dengan bereaksi secara langsung kepada para tokoh
lintas agama. Presiden SBY telah memerintahkan Daniel Sparringa, Staf
Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik, untuk meminta konfirmasi
kepada sejumlah tokoh agama yang hadir pada pertemuan tersebut.
Hasilnya? Apa yang semula saya rasakan cukup menegangkan tersebut
ternyata konon hanya merupakan masalah perbedaan bahasa komunikasi yang
digunakan. Tetapi, benarkah itu semua hanya merupakan masalah bahasa?
Mengapa Pemerintah Resah?
Setelah
membaca 18 butir kebohongan yang dipublikasikan di sejumlah media,
nampaknya pemerintah tidak bisa menerima kalau soal janji-janji
pemerintah yang tidak atau belum terpenuhi, penggunaan parameter jumlah
orang miskin yang digunakan pemerintah yang dianggap tidak sesuai dengan
fakta di lapangan, dan kebijakan pemerintah yang dinilai tidak memihak
kepada publik disebut sebagai suatu kebohongan. Kebohongan tidaklah
identik dengan kegagalan. Kebohongan adalah ucapan yang tidak sesuai
dengan keadaan/tindakan yang sebenarnya. Keadaan/tindakan mendahului
ucapan, bukan sebaliknya, kecuali kalau niat untuk melakukan suatu
tindakan sengaja disembunyikan. Kebohongan adalah kalau kegagalan,
misal dalam menyelesaikan kasus Gayus atau skandal Century, diakui
sebagai keberhasilan. Bagi pemerintah, kebohongan merupakan suatu
perbuatan disengaja yang sangat tercela karena menyangkut integritas,
kredibilitas dan kehormatan seseorang. Pemerintah resah karena dituduh
telah melakukan banyak kebohongan kepada rakyatnya. Bagi pemerintah,
tuduhan tersebut merupakan, meminjam istilah Ketua MK Mahfud MD, proses
demoralisasi.
Kedua,
selain soal bahasa, hal lain yang membuat pemerintah resah adalah
karena konon para tokoh lintas agama tersebut berjanji akan mengajak
umat untuk melawan kebohongan yang dilakukan oleh (pemerintahan) SBY.
Artinya, paling tidak dalam benak pemerintah, akan ada mobilisasi massa
yang bertujuan untuk memerangi kebijakan-kebijakan pemerintah yang
dinilai tidak memihak kepada publik. Nampaknya pemerintah khawatir
proses demoralisasi terhadap pemerintah dan ajakan kepada umat tersebut
akan dimanfaatkan oleh sejumlah politisi dan jenderal purnawirawan yang
sudah tidak sabar lagi untuk melihat Presiden SBY dilengserkan sebelum
masa jabatannya berakhir. Itulah sebabnya Presiden SBY segera mengirim
Daniel Sparringa, staf khusus bidang komunikasi politik, untuk melakukan
komunikasi politik dengan para tokoh agama tersebut.
Ketiga, kehadiran para aktivis LSM di kantor PP Muhammadiyah yang menyampaikan 18 kebohongan pemerintah (Detik.Com, 10/01/2011) tersebut
nampaknya telah mengundang kecurigaan pemerintah. Skenario macam apa
di balik kerjasama antara tokoh lintas agama dan para aktivis tersebut?
Benarkah 18 kebohongan yang disampaikan oleh para aktivis tersebut
merupakan pernyataan murni dan bulat dari sembilan tokoh lintas agama
yang hadir dalam pertemuan tersebut?
Keempat,
barangkali yang membuat Presiden SBY merasa sangat terpukul adalah
karena tuduhan kebohongan yang ditujukan kepadanya tersebut disampaikan
oleh para tokoh agama, penjaga moral yang dipercaya oleh masyarakat dan
tidak mungkin bermain-main dengan ucapan mereka. Kalau seruan bohong
itu disampaikan oleh para aktivis LSM yang sedang berdemo, itu sudah
lumrah dan karenanya pemerintah tidak resah. Pemerintah juga tidak
resah ketika tahun lalu para aktivis Gerakan Indonesia Bersih (GIB) dan
kelompok petisi 28 menuntut Presiden SBY untuk mundur. Demikian pula
pemerintah tidak merasa resah ketika 25 Agustus 2010 lalu sejumlah
Jenderal purnawirawan menyampaikan keresahan serupa yang disampaikan
oleh para tokoh lintas agama dan meminta Ketua MPR Taufik Kiemas untuk
menggelar Sidang Istimewa MPR apabila presiden terus menerus mengingkari
UUD 1945 (asli). Tetapi nampak secara jelas pemerintah tak mampu lagi
menutupi kegelisahannya ketika mendengar berita tentang pernyataan
sembilan tokoh lintas agama bahwa (pemerintahan) SBY telah melakukan
banyak kebohongan kepada rakyatnya. Komunikasi politik dan dialog pun
lalu digelar untuk mencegah meluasnya konflik terbuka antara pemerintah
dan para tokoh lintas agama.
Pernyataan yang Belum Bulat?
Dari
hasil komunikasi politik yang dilakukan oleh Daniel Sparringa dengan
sejumlah tokoh lintas agama akhirnya ditemukan sejumlah fakta, antara
lain bahwa pernyataan tentang 18 kebohongan yang konon disampaikan oleh
sejumlah aktivis LSM yang tergabung dalam GIB tersebut masih berbentuk
draf dan belum ditandatangani oleh sembilan tokoh lintas agama.
Pemerintah juga merasa lega ketika salah seorang tokoh lintas agama,
Franz Magnis Suseno, menyampaikan klarifikasi bahwa para tokoh lintas
agama tidak bermaksud mengatakan bahwa Presiden SBY telah berbohong.
Selain itu, ketegangan antara pemerintah dan tokoh lintas agama semakin
mencair ketika para tokoh lintas agama "meralat" pernyataan tentang 18
kebohongan pemerintah tersebut menjadi tujuh pernyataan sikap para tokoh
lintas agama yang dibacakan secara langsung dalam pertemuan mereka
dengan pemerintah pada tanggal 17 Januari 2011 malam hari.
Benarkah Sikap Tokoh Lintas Agama Melunak?
Adalah
menarik untuk melihat tujuh butir pernyataan para tokoh lintas agama
yang disampaikan kepada pemerintahan SBY-Boediono karena bagaimanapun
dialog-dialog yang akan dilakukan oleh pemerintah dan tokoh lintas agama
harus mengacu pada butir-butir pernyataan tersebut. Butir pertama
merupakan pernyataan syukur karena setelah 66 tahun merdeka NKRI masih
bisa bertahan utuh, walaupun harus diakui bahwa belum semua warganya
menikmati kemerdekaan yang utuh.
Mengacu
pada cita-cita para pendiri bangsa sebagaimana tertulis dalam pembukaan
dan batang tubuh UUD 45, yakni kemerdekaan sejati yang mewujudkan
keadilan dan kemakmuran bagi setiap anak bangsa, butir kedua
menggarisbawahi masih terjadinya kekerasan atas nama agama dan kelompok
terhadap terhadap umat beragama dan berkeyakinan, terhadap kebebasan
berpendapat dan insan pers yang masih tampak dibiarkan oleh negara.
Dalam hal ini saya kira pemerintah harus menjelaskan mengapa kekerasan
atas nama agama dan kelompok tersebut masih terus terjadi dan, ini
mungkin yang terpenting, masih tampak dibiarkan terjadi. Dalam jangka
panjang pemerintah mungkin sulit untuk mencegah terjadinya kekerasan
dimaksud, tetapi pemerintah harus menjamin bahwa kekerasan tersebut
tidak akan dibiarkan terjadi dan frekuensi kejadiannya harus semakin
menurun. Barangkali tantangan yang tidak mudah diatasi oleh pemerintah
adalah terkait dengan praktik-praktik ajaran sesat yang meresahkan
masyarakat di sekitarnya. Tetapi saya percaya dengan bantuan dan
dukungan penuh dari para tokoh lintas agama pemerintah pasti akan mampu
mengatasinya. Hal lain yang ingin saya tambahkan di sini adalah
tentunya pemerintah juga tidak boleh membiarkan terjadinya
kekerasan-kekerasan lain yang tidak disebutkan dalam pernyataan tokoh
lintas agama tersebut.
Butir
ketiga pernyataan tokoh lintas agama menyampaikan, antara lain yang
pokok adalah, masih banyaknya rakyat miskin yang tidak mendapatkan
layanan kesehatan dan layanan pendidikan yang memadai dari pemerintah
sehingga banyak yang meninggal dunia dan putus sekolah. Di sini secara
tidak langsung tokoh lintas agama bermaksud mengingatkan pemerintah agar
pertambahan atau penurunan kemiskinan jangan hanya dilihat dari angka
prosentase, tetapi juga dilihat dari angka absolut jumlah orang miskin.
Jangan hanya melihat orang miskin yang berada di bawah garis
kemiskinan, tetapi juga orang miskin yang berada di atas garis
kemiskinan yang setiap saat rentan berubah menjadi berada di bawah garis
kemiskinan. Dalam konteks inilah kita bisa memahami mengapa jumlah
orang miskin yang menerima layanan bantuan beras untuk rakyat miskin (70
juta) dan jumlah orang miskin yang menerima layanan jaminan kesehatan
masyarakat (76, 4 juta) lebih banyak dari jumlah orang miskin yang
berada di bawah garis kemiskinan (31,02 juta).
Mengenai
masalah banyaknya orang miskin yang meninggal karena kelaparan atau
karena tidak mendapatkan layanan kesehatan gawat darurat dari rumah
sakit, saya kira Kementerian Kesehatan atau unit pemerintah lainnya yang
menanganinya seharusnya melakukan monitoring, sosialisasi dan
tindakan-tindakan preventif agar supaya jumlah kasus-kasus tersebut
dapat dikurangi. Barangkali dapat juga dipertimbangkan untuk mendirikan
semacam rumah-rumah pengaduan yang selain menerima pengaduan dari
masyarakat tentang kasus tersebut juga dapat memberikan jasa konsultasi
tentang layanan kesehatan pemerintah untuk kelompok masyarakat miskin.
Dalam hal ini diharapkan anggota badan pekerja tokoh lintas agama dapat
berpartisipasi untuk menyampaikan data dan informasi dalam rangka
meningkatkan layanan kesehatan bagi kelompok masyarakat miskin. Kecuali
kalau mereka mempunyai misi dan agenda kerja lain yang lebih penting dan
mendesak.
Dalam
butir keempat tokoh lintas agama menggarisbawahi pendapat banyak ahli
ekonomi yang menyatakan bahwa kebijakan ekonomi saat ini bertentangan
dengan amanat pembukaan dan batang tubuh UUD. Sumber daya alam belum
dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan perusakan
terhadap lingkungan hidup terus terjadi.
Dari
sekian banyak kebijakan ekonomi pemerintahan SBY-Boediono yang ada saat
ini saya yakin yang dimaksud oleh tokoh lintas agama adalah kebijakan
ekonomi neoliberal yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat jelata
sesuai dengan amanat pasal 33 UUD 1945. Saya kira merupakan hal yang
masih dapat diperdebatkan tentang sejauhmana Indonesia saat ini telah
menerapkan ekonomi pasar bebas. Dalam beberapa kali kesempatan kita
mendengar pernyataan dari beberapa pengamat ekonomi kita bahwa Indonesia
bahkan lebih liberal dibandingkan dengan Amerika Serikat yang notabene
merupakan negara yang paling vokal dalam mengkampanyekan ekonomi pasar
bebas. Namun Index of Economic Freedom 2010 yang disusun oleh lembaga think-thank Heritage Foundation dan The Wall Street Journal
menempatkan Indonesia pada peringkat ke-116 dari seluruh negara di
dunia, sementara Amerika Serikat berada pada peringkat ke-9. Meskipun
demikian, lagi-lagi keprihatinan yang disampaikan oleh tokoh lintas
agama tentang bencana bagi rakyat yang ditimbulkan dari penerapan
ekonomi pasar bebas dan keberpihakan pembangunan pada segelintir orang
kaya adalah fakta yang tak terbantahkan yang menuntut penyelesaian.
Bahkan meskipun indikator statistik telah memperlihatkan kinerja yang
lebih baik.
Butir
kelima pernyataan tokoh lintas agama menyatakan bahwa meskipun
konstitusi menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum tetapi dalam
pelaksanaannya hukum ternyata masih bisa dibeli dengan uang. Perang
melawan korupsi hanya akan berhasil apabila prinsip pembuktian terbalik
diterapkan secara penuh.
Saya
kira dalam hal ini pemerintah harus menyampaikan penjelasan secara
jujur kepada publik tentang kompleksitas permasalahan korupsi, termasuk
penanganannya, dan apa strategi yang akan dilakukan pemerintah untuk
mengatasi masalah penegakan hukum dan korupsi yang telah menggurita dan
saling mengkait tersebut. Harus diakui bahwa perang melawan korupsi
memang membutuhkan waktu yang sangat lama, bahkan mungkin tidak akan
pernah selesai. Meskipun demikian pemerintah, unit-unit lembaga penegak
hukum dan unit-unit pemerintah lainnya, harus menyampaikan time-frame dan indikator kinerja yang jelas dan secara berkala menyampaikan laporan akuntabilitas kinerjanya kepada publik.
Mengenai
penerapan prinsip pembuktian terbalik, meskipun masih ada pro-kontra,
hal tersebut memang bisa menangkap lebih banyak koruptor secara lebih
cepat. Sayangnya hingga kini pembuktian terbalik masih dibiarkan
terus-menerus hanya sebagai wacana. Kalau kita serius dalam
pemberantasan korupsi semestinya RUU Pembuktian Terbalik yang pernah
diajukan pada masa pemerintahan Presiden Gus Dur harus segera kita
tindaklanjuti. Satu hal yang perlu saya ingatkan terkait dengan kalimat
terakhir dalam butir 5 adalah hendaknya kita jangan berharap secara
berlebihan bahwa penerapan prinsip pembuktian terbalik akan dapat
menuntaskan perang melawan korupsi. Karena para koruptor akan selalu
memikirkan cara-cara lain yang lebih efektif untuk menghilangkan jejak
korupsinya.
Butir
keenam menyatakan bahwa pemerintah tidak memberi perhatian memadai
terhadap korban pelanggaran HAM yang berat. Selain itu, pemerintah tidak
mampu dan tidak menunjukkan niat untuk membela begitu banyak buruh
migran yang mendapat perlakuan buruk di berbagai negara. Padahal
pembukaan UUD 45 mewajibkan pemerintah untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia.
Pada
umumnya kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat terjadi di masa
pemerintahan Orde Baru, antara lain kasus Trisakti dan Semanggi, tragedi
27 Juli, penghilangan paksa aktivis 1997-1998, DOM Aceh, dan kasus
1965-1966. Lamanya waktu kejadian dan banyaknya para korban dan pelaku
yang terlibat merupakan faktor penghambat utama mengapa kasus-kasus
tersebut sulit diteruskan ke pengadilan. Meskipun demikian, memang
benar seharusnya pemerintah di era reformasi memberi perhatian yang
memadai terhadap korban pelanggaran HAM tersebut. Permasalahannya,
sejauhmana dan dalam bentuk apa perhatian pemerintah tersebut harus
diberikan kepada para korban? Saya percaya para tokoh lintas agama
pasti dapat memberikan masukan yang berharga kepada pemerintah.
Perihal
minimnya upaya pemerintah untuk membela para buruh migran yang
mendapatkan perlakuan buruk, menurut saya, pemerintah seharusnya
merespon dengan memberikan penjelasan secara transparan sejauhmana
perlakuan buruk terhadap buruh migran tersebut telah dibelanya dan
mengapa pemerintah tidak melakukan tindakan-tindakan pembelaan
sebagaimana yang diharapkan, misalnya, oleh Migrant Care. Sekali lagi
saya ingin menambahkan bahwa pemerintah juga semestinya melindungi nasib
para buruh kita di dalam negeri, antara lain melalui upaya penetapan
upah minimum yang lebih baik dan upaya pembelaan terhadap para buruh
yang mendapatkan perlakuan buruk dari perusahaannya.
Butir
ke tujuh yang merupakan butir terakhir dari pernyataan tokoh lintas
agama menegaskan bahwa kenyataan yang telah disampaikan pada butir-butir
sebelumnya adalah bentuk pengingkaran terhadap UUD 45. Oleh sebab itu
kita harus mendesak pemerintah untuk menghentikan pengingkaran itu.
Apabila pemerintah menolak atau mengabaikan desakan tersebut, berarti
pemerintah melakukan kebohongan publik.
Ada
beberapa hal yang menarik dalam butir terakhir pernyataan tokoh lintas
agama tersebut. Pertama, apabila benar pernyataan tokoh lintas agama
bahwa pemerintah telah mengingkari, melanggar atau mengkhianati amanat
UUD 45, maka hal tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu masuk menuju
ke arah pemakzulan. Secara terpisah Syafii Maarif pernah secara tegas
mengatakan bahwa kebijakan pemerintah saat ini yang cenderung pada
neoliberalisme (pasar bebas yang tidak terkendali) adalah sebuah
pengkhianatan yang harus cepat dihentikan. Walaupun salah salah satu
tokoh lintas agama Franz Magnis Suseno mengingatkan para pengkritik
pemerintah yang sering menggunakan wacana neoliberalisme sebagai alat
pemukul agar berhati-hati memahami dan mencermati kompleksitas
permasalahan yang terkait dengan kebijakan ekonomi pemerintah tersebut.
Terkait dengan isu upaya pemakzulan atau kemungkinan tokoh lintas agama
ditunggangi oleh kelompok tertentu secara tegas telah dibantah oleh para
tokoh lintas agama. Meskipun awal tahun 2010 lalu para aktivis GIB,
organisasi yang mendukung dan bekerjasama dengan gerakan tokoh lintas
agama, pernah menuntut Presiden SBY untuk mundur. Sebagaimana kita
ketahui, GIB dimotori antara lain oleh Adhie Massardi, Ray Rangkuti,
Yudi Latif, dan Efendi Gazali.
Kedua,
kalau kita cermati pernyataan butir 1 sampai 6 yang disampaikan oleh
tokoh lintas agama nampaknya sebagian besar dari ha-hal yang disebut
sebagai "pengingkaran terhadap UUD 45" tersebut sebenarnya lebih
merupakan kegagalan pemerintah untuk mencapai cita-cita sebagaimana
tersebut dalam UUD 45, perbedaan pandangan ideologi, atau perbedaan
penafsiran terhadap amanat UUD 45 antara pemerintah dan tokoh lintas
agama. Kalau memang demikian, barangkali sejak rezim Presiden Soekarno
sampai rezim Presiden Megawati belum ada satu rezim pun di Indonesia
yang telah berhasil bebas dari "pengingkaran terhadap UUD 45". Lalu,
mengapa tokoh lintas agama memilih kata "pengingkaran terhadap UUD 45"
yang lebih bersifat provokatif yang notabene merupakan bahasa politik,
dan bukan bahasa yang biasa-biasa saja yang mudah dicerna oleh publik
seperti "masalah-masalah serius yang harus segera diselesaikan oleh
pemerintah"?. Apakah karena pilihan kata tersebut mengandung makna
persoalan yang substantif, atau sekadar untuk menarik perhatian
publik?
Ketiga,
pada kalimat terakhir butir 7 disebutkan bahwa jika pemerintah menolak
atau mengabaikan desakan (tokoh lintas agama) untuk segera mengakhiri 6
butir "pengingkaran terhadap UUD 45" sebagaimana tersebut di atas,
berarti pemerintah melakukan kebohongan publik. Kalimat pengandaian
tersebut dapat pula dimaknai bahwa kalau pemerintah bersedia menerima
desakan tersebut, berarti pemerintah tidak melakukan kebohongan publik.
Terlepas apakah pada saat perumusan pernyataan tersebut para tokoh
lintas agama dipengaruhi oleh suasana pro-kontra di masyarakat yang
cukup menegangkan dan pertimbangan bahwa pernyataan tersebut akan
dibacakan secara langsung di hadapan Presiden SBY dan para anggota
kabinetnya di Istana Negara, bagi saya pernyataan tersebut merupakan
sikap yang lebih melunak dari para tokoh lintas agama, terutama bila
dibandingkan dengan pernyataan mereka sebelumnya tentang 18 kebohongan
pemerintahan SBY
Hal
lain yang menarik adalah jika pada pernyataan sebelumnya yang
disampaikan di kantor PP Muhammadiyah lebih ditekankan pada butir-butir
kebohongan pemerintah, dimana sebagian besar disebutkan secara eksplisit
merupakan kebohongan Presiden SBY, pada pernyataan tokoh lintas agama
yang dibacakan di Istana Negara lebih ditekankan pada butir-butir
pengingkaran terhadap UUD 45, walaupun butir 1 dan butir 3 tidak
disebutkan secara eksplisit keterkaitannya dengan UUD 45. Selain itu,
jika pernyataan 18 kebohongan pemerintahan SBY nampaknya telah berhasil
"menampar" Presiden SBY, maka kalimat pengandaian tentang kebohongan
pemerintah tersebut di atas dan pernyataan tokoh lintas agama bahwa
mereka tidak bermaksud mengatakan Presiden SBY berbohong secara tidak
sengaja telah "mempermalukan" para tokoh lintas agama itu sendiri.
Dapatkah Dialog Menjadi Solusi?
Setelah
konflik antara pemerintahan Presiden SBY dan tokoh lintas agama telah
memasuki ruang publik, lalu apa yang harus mereka lakukan? Ketika
konflik muncul biasanya komunikasi, dialog, atau diplomasi merupakan
salah satu cara untuk menyelesaikannya. Dalam dialog biasanya ada
proses klarifikasi untuk meluruskan kemungkinan kesalahpahaman dan
mungkin dilanjutkan dengan penandatanganan beberapa kesepakatan atau
kerjasama yang harus dipatuhi atau ditindaklanjuti oleh kedua pihak.
Sejauh ini kita sama sekali belum melihat adanya kesepakatan yang telah
dibuat oleh Presiden SBY dan para tokoh lintas agama. Sementara
sejumlah aksi para aktivis GIB telah dilakukan untuk mencari simpati dan
menarik perhatian publik.
Dialog
bisa saja gagal mencapai tujuan karena kandas di tengah jalan.
Kepentingan ego, ketidakjujuran, dan perbedaan latar belakang pendidikan
biasanya merupakan faktor utama yang dapat menghambat upaya untuk
menemukan titik temu di antara kedua pihak. Untuk berdiskusi tentang
masalah-masalah kebijakan politik, ekonomi dan hukum pasti tidak akan
efektif kalau dilakukan oleh Presiden SBY dan para tokoh lintas agama.
Dalam hal ini saya menyarankan agar kelompok badan pekerja tokoh lintas
agama dapat melakukan diskusi dengan mereka yang mewakili pemerintah
sesuai dengan bidang dan kompetensinya.
Selain
itu, diskusi atau dialog yang mereka lakukan tidak akan mampu meredam
konflik apabila dialog tersebut tidak menghasilkan
kesepakatan-kesepakatan yang mengikat kedua pihak, termasuk pengenaan
sanksi apabila dilakukan pelanggaran. Saya menyarankan agar semua hasil
kesepakatan tersebut juga disampaikan kepada publik. Maksud saya, agar
masyarakat dapat berperan sebagai saksi dan sekaligus dapat mengawasi
pelaksanaan kesepakatan yang dilakukan oleh kedua pihak. Kita tunggu
saja apakah dialog antara pemerintah dan tokoh lintas agama akan
menghasilkan sejumlah kesepakatan atau berujung pada jalan buntu. Hasil
dari dialog yang mereka lakukan akan menentukan apakah konflik akan
dapat dihentikan atau berlanjut dalam eskalasi yang mungkin lebih
mencekam.
Akankah Konflik Berubah Menjadi Bola Salju?
Konflik
yang kita saksikan antara para tokoh lintas agama dan Presiden SBY
tersebut telah mendorong saya untuk memberikan beberapa catatan sebagai
berikut. Pertama, pemerintah resah karena para tokoh lintas agama
resah. Padahal apa yang mereka resahkan tersebut sesungguhnya bukanlah
suatu kondisi yang sudah sangat gawat bagi kelangsungan hidup bangsa
sebagaimana yang mereka bayangkan, atau bukanlah merupakan substansi
permasalahan yang sebenarnya. Kedua, konflik terbuka yang seharusnya
tidak perlu terjadi tersebut patut disesalkan karena dilakukan oleh para
tokoh dan pemimpin kita yang seharusnya memberikan contoh sikap dan
perilaku yang baik kepada masyarakat. Bagaimana kita bisa berharap
supaya semua kelompok masyarakat kita yang berbeda suku, strata, budaya
dan agama bisa hidup rukun berdampingan kalau sikap dan perilaku para
tokoh dan pemimpin kita tidak layak untuk dijadikan sebagai panutan.
Ketiga, apabila tidak dapat dikendalikan secara efektif, eskalasi
konflik yang melibatkan para tokoh dan pemimpin kita tersebut dapat
berkembang menjadi bola salju yang dapat meruntuhkan sendi-sendi tatanan
kenegaraan dan demokrasi kita yang telah dengan susah payah kita bangun
dan pelihara.
Menurut
duo "Faisal dan Chatib" Basri, tahun 2011 adalah kesempatan emas bagi
Indonesia. Kita tentu tidak ingin lagi menyia-nyiakan kesempatan emas
tersebut dengan membuang-buang waktu dan energi kita secara percuma
untuk mengatasi kegaduhan politik yang penuh dengan intrik, sebagaimana
yang terjadi pada tahun sebelumnya. Diperlukan strategi dan
langkah-langkah antisipasi yang efektif untuk secara cepat menghentikan
kegaduhan politik yang akan terjadi pada tahun ini yang, menurut seorang
pengamat politik, mungkin akan lebih ganas dari tahun sebelumnya.
Sebelum terlambat, kita harus segera menghentikan suara gaduh yang
ditimbulkan oleh "nyanyian kebohongan" para tokoh dan pemimpin kita.
Sudah merupakan hal
biasa untuk maksud yang sama kita kadang menggunakan kata atau sebutan
yang berbeda. Sebagai contoh, untuk kata ganti orang kedua kita bisa
menggunakan kata Anda, Saudara, Kamu, Lu, atau dengan menyebutkan nama
di belakang sebutan Pak/Bapak, Bu/Ibu, Saudara, atau sebutan lainnya.
Pilihan kata atau sebutan tersebut seringkali tergantung pada konteks
lingkungan komunitas dimana komunikasi tersebut dilakukan.
Dalam
konteks komunitas informal seperti pergaulan anak muda atau
persahabatan orang dewasa di rumah, sekolah, mall atau di tempat-tempat
umum lainnya biasanya digunakan pilihan kata-kata pertemanan Kamu-Aku
atau Lu-Gue. Dalam konteks komunitas yang bersifat formal seperti dalam
acara rapat/pertemuan di kantor atau kegiatan-kegiatan sosial di
masyarakat biasanya kita menggunakan kata Anda, Saudara, atau nama di
belakang sebutan Pak/Bapak, Bu/Ibu, atau Saudara.
Akan menjadi
aneh manakala kata-kata yang biasa digunakan dalam konteks komunitas
informal, misalnya kata “kamu”, kemudian digunakan dalam konteks
komunitas formal. Sekarang coba bayangkan seandainya kita mempunyai
seorang atasan baru yang masih berusia muda dan mempunyai kebiasaan
menyebut “kamu” kepada setiap bawahannya, termasuk kepada mereka yang
lebih tua, dalam forum-forum pertemuan resmi di kantor. Pertanyaan yang
mengusik saya, mengapa kita merasa harga diri dan martabat kita seakan
direndahkan oleh ucapan “kamu” atasan kita? Selain itu, mengapa atasan
kita tetap mempertahankan kebiasaan tersebut meskipun ia tahu semua atau
sebagian besar bawahannya tidak menyukainya?
Pertama-tama, sesuatu yang tidak biasa itu pasti akan menarik perhatian kita.
Energi emosi kita akan berkumpul di satu titik. Ketika sesuatu itu
merupakan hal yang menyenangkan maka kita akan (melepas energi emosi
kita dan) merasakan kesenangan yang luar biasa. Sebaliknya, ketika
sesuatu itu merupakan hal yang menyakiti perasaan kita maka kita pun
akan merasakan kesedihan yang luar biasa pula. Hal lain yang perlu kita
ingat adalah bahwa ucapan “kamu” sebenarnya bisa mempunyai makna yang berbeda, tergantung pada intonasi suara dan bahasa tubuh yang diperlihatkan oleh orang yang mengucapkannya.
Kita bisa dengan mudah membedakan makna ucapan “kamu” dalam kalimat
“Nduk, kamu harus tetap tegar menghadapi cobaan hidup ini” yang
diucapkan oleh seorang Bapak kepada anak perempuannya dan kalimat “Kamu
harus ingat bahwa untuk masalah yang satu ini saya tidak pernah
main-main” yang diucapkan oleh seorang atasan kepada bawahannya.
Ada satu lagi yang perlu saya garisbawahi di sini. Hal
yang membuat kita merasa harga diri kita direndahkan bukanlah
semata-mata karena ucapan atasan kita, melainkan juga karena tingkat
sensitivitas kita untuk menerima ucapan tersebut. Karena tingkat
akseptabilitas kita terhadap kata “kamu” yang diucapkan oleh atasan kita
bisa berbeda di antara kita, maka sesungguhnya respon kita terhadap
ucapan tersebut pun bisa berbeda. Bukan tidak mungkin sebagian di antara
kita menganggap sebutan “kamu” yang diucapkan oleh atasan kita tersebut
sebagai “sesuatu yang tidak penting”. Ucapan tersebut, menurut mereka,
sama sekali tidak berpengaruh pada martabat dan harga diri mereka.
Pertanyaan
berikutnya, mengapa atasan kita tetap mempertahankan kebiasaan tersebut
meskipun ia tahu semua atau sebagian besar bawahannya tidak menyukainya?
Kemungkinan pertama adalah ia menganggap kebiasaan tersebut merupakan
gaya ekspresi yang ia pilih sebagai identitasnya, tanpa diboncengi oleh
niat atau kepentingan apapun. Setiap orang, menurut ia, berhak untuk
memilih menggunakan kata ganti kedua manapun, termasuk “kamu” dan juga
“you”, dalam berkomunikasi dengan orang lain. Kemungkinan berikutnya,
dengan menggunakan sebutan “kamu” kepada bawahan ia berharap bawahan
akan memperhatikan dan merespon sesuai dengan keinginannya. Kata “kamu”
di sini barangkali merupakan simbol ketegasan dan sikap straight forward, tanpa basa-basi, yang ingin diperlihatkannya.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bersamaan dengan perputaran dunia, modernisasi dan pengembangan ilmu
pengetahuan dari hari ke hari semakin berkembang, akhir-akhir ini kita melihat
banyak generasi Islam yang sudah tidak mengenal para tokoh Islam yang sangat berpengaruh
terhadap kemajuan dunia pendidikan. Mereka kadang meremehkan dengan mengatakan,
”Di mana tokoh Islam”? Hal ini terjadi karena mereka kurang mengenal terhadap
beberapa tokoh Islam yang berhasil mencetak generasi yang tidak kalah hebat
dengan tokoh pendidikan non-Muslim dalam mencetak generasi berakhlak
al-karimah, disiplin, terhormat, serta bermanfaat untuk kepentingan agama,
nusa, dan bangsa.
Dengan berpandangan pada beberapa hal tersebut, mengenal para tokoh pendidikan
Islam merupakan salah satu langkah yang seharusnya dilakukan, dimiliki,
dihayati dan harus menjadi kebanggaan untuk selalu mengangkat harkat dan
martabatnya serta mensosialisasikan dikalangan umum. Dengan begitu generasi
penerus Islam bisa berbangga hati bahwa mereka mempuyai tokoh yang pantas untuk
dijunjung tinggi sebagai pelita penerang yang melahirkan konsep, teori, dan
fatwa yang dijadiakn referensi generasi berikutnya dalam kehidupan berbangsa
dan beragama.Al-Ghazali merupakan salah satu tokoh Muslim yang pemikirannya sangat
luas dan mendalam dalam berbagai hal diantaranya dalam masalah pendidikan. Pada
hakikatnya usaha pendidikan menurut Al-Ghazali adalah dengan mengutamakan
beberapa hal terkait yang diwujudkan secara utuh dan terpadu karena konsep
pendidikan yang dikembangkannya berawal dari kandungan ajaran dan tradisi Islam
yang menjunjung berprinsip pendidikan manusia seutuhnya. Di zaman yang modern
ini sangat relevan untuk mengetahui konsep pendidikan dari tokoh Muslim
terkemuka ini, pembahasan makalah ini di dalamnya akan membahas siapa
sesungguhnya Al-Ghazali dan bagaimana konsep pendidikan menurutnya.
B.
Rumusan Masalah
1) Defenisi Pendidikan Dalam Islam
2) Macam-macam Metode dan Pendekatan dalam Pendidikan Islam
3)
Manhaj
Rasulalah Dalam Pandidikan
4)
Contoh
Pendidikan Dalam Islam
1. Defenisi Pendidikan Dalam Islam
Pendidikan menurut UU RI No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional bab I Pasal 1 Ayat 1 “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi
peranannya di masa yang akan datang”
Menurut Para Ulama: Ulama menggunakan istilah “Tarbiyah” berakar
pada tiga kata. Pertama kata rabba’ yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh.
Kedua, kata yariba yarba yang berarti tumbuh dan berkembang. Ketiga, kata rabba yarubbu yang berarti memperbaiki,
menguasai, memimpin, menjaga, dan memelihara. Kata Al-rabb juga berasal dari
kata tarbiyah dan berarti menghantar sesuatu kepada kesempurnaannya atau
membuat sesuatu menjadi sempurna secara berangsur angsur.Menurut Abdurrahman
al-Nahlawi salah seorang pengguna istilah tarbiyah berpendapat bahwa pendidikan
berarti :
a.
Memelihara
fitrah anak/ didik
b.
Menumbuhkan
seluruh bakat dan kesiapannya
c.
Mengarahkan
fitrah dan seluruh bakatnya agar menjadi baik dan sempurna
d.
Bertahap
dalam prosesnya
Pendidikan Menurut Para Ahli
1) Plato (filosof Yunani yang hidup dari tahun 429 SM-346 M)
mengatakan bahwa : “Pendidikan itu ialah membantu perkembangan masing-masing
dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya
kesemurnaan.”
2) Aristoteles (filosof
terbesar Yunani, guru Iskandar Makedoni, yang dilahirkan pada tahun 384 SM-322
SM) mengatakan bahwa : “Pendidikan itu ialah menyiapkan akal untuk pengajaran”.
3) Ibnu Muqaffa (salah seorang
tokoh bangsa Arab yang hidup tahun 106 H- 143 H, pengarang Kitab Kalilah dan
Daminah) mengatakan bahwa : “Pendidikan itu ialah yang kita butuhkan untuk
mendapatkan sesuatu yang akan menguatkan semua indera kita seperti makanan dan
minuman, dengan yang lebih kita butuhkan untuk mencapai peradaban yang tinggi
yang merupakan santaan akal dan rohani.”
4) Herbert Spencer (filosof Inggris yang hidup tahun 1820-1903 M)
mengatakan bahwa “Pendidikan itu ialah menyiapkan seseorang agar dapat
menikmati kehidupan yang bahagia.”
5) James Mill (filosof Inggris, 1773-1836) mengatakan bahwa :
“Pendidikan itu harus menjadikan seseorang cakap, agar dia menjadi orang yang
senantiasa berusaha mencapai kebahagiaan untuk dirinya terutama dan untuk orang
lain selainnya.”
6) John Stuart Mill (filosof Inggris, 1806-1873 M) mengatakan bahwa :
“Pendidikan itu meliputi segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang untuk
dirinya atau yang dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan
mendekatkan dia kepada tingkat kesempurnaan.”
7) John Dewey (filosof Chicago, 1859 M - 1952 M) mengatakan bahwa :
" Pendidikan adalah membentuk manusia baru melalui perantaraan karakter
dan fitrah, serta dengan mencontoh peninggalan - peninggalan budaya lama
masyarakat manusia."
8) Langeveld adalah seorang ahli pendidikan bangsa Belanda Ahli ini
merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut : “Pendidikan adalah bimbingan
atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak
untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan
tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain”
9) Ki Hajar Dewantara (Bapak
Pendidikan Nasional Indonesia, 1889 - 1959) merumuskan pengertian pendidikan
sebagai berikut : “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi
pekerti ( karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak
selaras dengan alam dan masyarakatnya”.
2. Macam-macam Metode Pendidikan Dalam Islam
Sebagai ummat yang telah dianugerahi Allah Kitab
AlQuran yang lengkap dengan petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan
bersifat universal sebaiknya menggunakan metode mengajar dalam pendidikan Islam
yang prinsip dasarnya dari Al Qur’an dan Hadits. Diantara metode- metode
tersebut adalah
1. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah cara penyampaian inforemasi
melalui penuturan secara lisan oleh pendidik kepada
peserta didik. Prinsip dasar metode ini terdapat di dalam Al
Qur’an :
فَلَمَّآ أَنجَاهُمْ
إِذَا هُمْ يَبْغُونَ فِي اْلأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ يَاأَيُّهَا النَّاسُ
إِنَّمَا بَغْيُكُمْ عَلَى أَنفُسِكُم مَّتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ
إِلَيْنَا مَرْجِعُكُمْ فَنُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Maka tatkala Allah
menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa
(alasan) yang benar. Hai manusia, Sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan
menimpa dirimu sendiri (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup
duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa
yang telah kamu kerjakan (Q.S. Yunus : 23)
2. Metode Tanya jawab
Metode Tanya jawab adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru
mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid tentang bahan pelajaran yang telah
diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca.Prinsip dasar metode ini terdapat
dalam hadits Tanya jawab antara Jibril dan Nabi Muhammad tentang iman, islam,
dan ihsan.
Selain itu ada juga
hadits yang lainnya seperti hadits berikut ini :
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَقَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا
بَكْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُضَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ
بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ
يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى
مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو
اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا.
Artinya: Hadis
Qutaibah ibn Sa’id, hadis Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu ibn Mudhar dari
ibn Hâd dari Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salmah ibn Abdurrahmân dari Abu
Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda; Bagaimana pendapat kalian seandainya
ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia mandi di sana lima
kali sehari. Bagaimana pendapat kalian? Apakah masih akan tersisa kotorannya?
Mereka menjawab, tidak akan tersisa kotorannya sedikitpun. Beliau bersabda;
Begitulah perumpamaan salat lima waktu, dengannya Allah menghapus dosa-dosa.
(Muslim, I: 462-463)
3. Metode diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara penyajian/ penyampaian bahan pelajaran
dimana pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik/ membicarakan dan
menganalisis secara ilmiyah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau
menyusun berbagai alternative pemecahan atas sesuatu masalah.
Abdurrahman Anahlawi menyebut metode ini dengan sebutan hiwar .
Prinsip dasar metode
ini terdapat dalam Al Qur’an Surat Assafat : 20-23 yang berbunyi :
وَقَالُوا
يَاوَيْلَنَا هَذَا يَوْمُ الدِّينِ هَذَا يَوْمُ الْفَصْلِ الَّذِي كُنتُم بِهِ
تُكَذِّبُونَ احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَاكَانُوا يَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ
فَاهْدُوهُمْ إِلَى صِرَاطِ الْجَحِيمِ
Dan mereka
berkata:”Aduhai celakalah kita!” Inilah hari pembalasan.Inilah hari keputusan
yang kamu selalu mendustakannya(kepada Malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah
orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang
selalu mereka sembah,Selain Allah; Maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke
neraka. (Q.S. Assafat : 20-23)
Selain itu terdapat
juga dalam hadits yang berbunyi :
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ
وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا
الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ
فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ
وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ
هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ
وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا
عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ.
Artinya: Hadis
Qutaibah ibn Sâ’id dan Ali ibn Hujr, katanya hadis
Ismail dan dia ibn Ja’far dari ‘Alâ’
dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. bahwasnya Rasulullah saw. bersabda:
Tahukah kalian siapa orang yang muflis (bangkrut)?,
jawab mereka; orang yang tidak memiliki dirham dan harta.Rasul bersabda;
Sesungguhnya orang yang muflis dari ummatku adalah orang yang datang
pada hari kiamat dengan (pahala) salat, puasa dan zakat,. Dia datang
tapi telah mencaci ini, menuduh ini, memakan harta orang ini, menumpahkan darah
(membunuh) ini dan memukul orang ini. Maka orang itu diberi pahala
miliknya. Jika kebaikannya telah habis sebelum ia bisa menebus kesalahannya,
maka dosa-dosa mereka diambil dan dicampakkan kepadanya, kemudian ia
dicampakkan ke neraka.(Muslim, t.t, IV: 1997)
4. Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru
memberikan tugas-tugas tertentu kepada murid-murid, sedangkan hasil tersebut
diperiksa oleh guru dan murid harus mempertanggung jawabkannya.
Prinsip dasar metode
ini terdapat dalam Al Qur’an yang berbunyi :
يَاأَيُّهَا
الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنذِرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ وَلاَتَمْنُن
تَسْتَكْثِرُ وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ
Artinya :
- Hai orang yang berkemul (berselimut),
- Bangunlah, lalu berilah peringatan!
- Dan Tuhanmu agungkanlah!
- Dan pakaianmu bersihkanlah,
- Dan perbuatan dosa tinggalkanlah,
- Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
- Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
5. Metode Demontrasi
Metode demontrasi adalah suatu cara mengajar dimana guru mempertunjukan
tentang proses sesuatu, atau pelaksanaan sesuatu sedangkan murid
memperhatikannya.
Prinsip dasarnya
terdapat dalam hadits yang berbunyi
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ
عَنْ أَبِي قِلَابَةَ قَالَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ أَتَيْنَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا
عِنْدَهُ عِشْرِينَ يَوْمًا وَلَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا ظَنَّ أَنَّا قَدْ اشْتَهَيْنَا
أَهْلَنَا أَوْ قَدْ اشْتَقْنَا سَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا بَعْدَنَا
فَأَخْبَرْنَاهُ قَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ
وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لا أَحْفَظُهَا
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي.
Artinya: Hadis dari
Muhammad ibn Muşanna, katanya hadis dari Abdul Wahhâb katanya Ayyũb dari Abi
Qilâbah katanya hadis dari Mâlik. Kami mendatangi Rasulullah saw. dan kami
pemuda yang sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama (dua puluh malam) 20
malam. Rasulullah saw adalah seorang yang penyayang dan memiliki sifat
lembut. Ketika beliau menduga kami ingin pulang dan rindu pada keluarga, beliau
menanyakantentang orang-orang yang kami tinggalkan dan kami memberitahukannya.
Beliau bersabda; kembalilah bersama keluargamu dan tinggallah bersama mereka,
ajarilah mereka dan suruhlah mereka. Beliau menyebutkan hal-hal yang saya hapal
dan yang saya tidak hapal. Dan salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat.
(al-Bukhari, I: 226)
6. Metode eksperimen
Suatu cara mengajar dengan menyuruh murid melakukan suatu
percobaan, dan setiap proses dan hasil percobaan itu diamati oleh setiap
murid, sedangkan guru memperhatikan yang
dilakukan oleh murid sambil memberikan arahan.
Prinsip dasar metode
ini ada dalam hadits :
حَدَّثَنَا آدَمُ
قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ
بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبْ الْمَاءَ فَقَالَ
عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا
فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَنَا
فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ
يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ ….
Artinya: Hadis Adam,
katanya hadis Syu’bah ibn Abdurrahmân ibn Abzâ dari ayahnya, katanya seorang
laki-laki datang kepada Umar ibn Khattâb, maka katanya saya sedang janabat dan
tidak menemukan air, kata Ammar ibn Yasir kepada Umar ibn Khattâb, tidakkah anda
ingat ketika saya dan anda dalam sebuah perjalanan, ketika itu anda belum
salat, sedangkan saya berguling-guling di tanah, kemudian saya salat. Saya
menceritakannya kepada Rasul saw. kemudian Rasulullah saw. bersabda:
”Sebenarnya anda cukup begini”. Rasul memukulkan kedua telapak tangannya ke
tanah dan meniupnya kemudian mengusapkan keduanya pada wajah.(al-Bukhari, I:
129)
Hadis di atas
tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah hafiz, şiqah şubut. Menurut al-Asqalani, hadis ini mengajarkan
sahabat tentang tata cara tayammum dengan perbuatan. (Al-Asqalani, I: 444)
Sahabat Rasulullah saw. melakukan upaya pensucian diri dengan berguling di
tanah ketika mereka tidak menemukan air untuk mandi janabat. Pada akhirnya Rasulullah
saw. memperbaiki ekperimen mereka dengan mencontohkan tata cara bersuci
menggunakan debu.
7. Metode Amsal/perumpamaan
Yaitu cara mengajar dimana guru menyampaikan materi pembelajaran melalui
contoh atau perumpamaan.
Prinsip metode ini terdapat dalam Al Qur’an
مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ
الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّآ أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ
بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لاَّ يُبْصِرُونَ
Perumpamaan mereka
adalah seperti orang yang menyalakan api Maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan
mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (Q.S. Albaqarah : 17)
Selain itu terdapat
pula dalam hadits yang berbunyi :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ يَعْنِي
الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ
الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً وَإِلَى
هَذِهِ مَرَّةً .
Artinya; Hadis dari
Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb yakni as-
Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda:
Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang
kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke
sini. (Muslim, IV: 2146)
Hadis di atas
tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah şubut, şiqah hâfiz, sedangkan ibn Umar adalah sahabat Rasulullah saw.
Menurut ath-Thîby (1417H, XI: 2634), orang-orang munafik, karena mengikut hawa
nafsu untuk memenuhi syahwatnya, diumpamakan seperti kambing jantan yang berada
di antara dua kambing betina. Tidak tetap pada satu betina, tetapi berbolak
balik pada ke duanya. Hal tersebut diumpamakan seperti orang munafik yang tidak
konsisten dengan satu komitmen.
Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.
Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.
8. Metode Targhib dan Tarhib
Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi pembelajaran dengan
menggunakan ganjaran terhadap kebaikan dan hukuman terhadap keburukan agar
peserta didik melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan.
Prinsip dasarnya terdapat dalam hadits berikut ini :
حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ
أَبِي عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ
بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا
الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ.
Artinya: Hadis Abdul
Aziz ibn Abdillah katanya menyampaikan padaku Sulaiman dari Umar ibn Abi Umar
dari Sâ’id ibn Abi Sa’id al-Makbârî dari Abu Hurairah, ia berkata: Ya
Rasulullah, siapakah yang paling bahagia mendapat syafa’atmu pada hari kiamat?,
Rasulullah saw bersabda: Saya sudah menyangka, wahai Abu Hurairah, bahwa tidak
ada yang bertanya tentang hadis ini seorangpun yang mendahului mu, karena saya
melihat semangatmu untuk hadis. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku ada
hari Kiamat adalah orang yang mengucapkan ”Lâilaha illa Allah” dengan ikhlas
dari hatinya atau dari dirinya.(al-Bukhari: 49)
Selain hadits juga
hadits berikut ini :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ
بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو عَنْ
بَكْرِ بْنِ سَوَادَةَ الْجُذَامِيِّ عَنْ صَالِحِ بْنِ خَيْوَانَ عَنْ أَبِي
سَهْلَةَ السَّائِبِ بْنِ خَلَّادٍ قَالَ أَحْمَدُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلًا أَمَّ قَوْمًا فَبَصَقَ فِي
الْقِبْلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ فَرَغَ لَا
يُصَلِّي لَكُمْ….
Artinya: Hadis Ahmad
ibn Shalih, hadis Abdullah ibn Wahhab, Umar memberitakan padaku dari Bakr ibn
Suadah al-Juzâmi dari Shâlih ibn Khaiwân dari Abi Sahlah as-Sâ’ib ibn Khallâd,
kata Ahmad dari kalangan sahabat Nabi saw. bahwa ada seorang yang menjadi imam
salat bagi sekelompok orang, kemudian dia meludah ke arah kiblat dan Rasulullah
saw. melihat, setelah selesai salat Rasulullah saw. bersabda ”jangan lagi dia
menjadi imam salat bagi kalian”… (Sijistani: 183).
Hadis di atas
tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
hâfiz, şiqah dan şiqah azaly. Memberikan hukuman (marah) karena orang tersebut
tidak layak menjadi imam. Seakan-akan larangan tersebut disampaikan beliau
tampa kehadiran imam yang meludah ke arah kiblat ketika salat. Dengan demikian
Rasulullah saw. memberi hukuman mental kepada seseorang yang berbuat tidak
santun dalam beribadah dan dalam lingkungan social.
Sanksi dalam
pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan yang terlalu lunak akan membentuk
pelajar kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati. Sanksi tersebut
dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan teguran, kemudian
diasingkan dan terakhir dipukul dalam arti tidak untuk menyakiti tetapi untuk
mendidik. Kemudian dalam menerapkan sanksi fisik hendaknya dihindari kalau
tidak memungkinkan, hindari memukul wajah, memukul sekedarnya saja dengan
tujuan mendidik, bukan balas dendam.
9. Metode pengulangan (tikror)
Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi ajar dengan cara
mengulang-ngulang materi tersebut dengan harapan siswa bisa mengingat lebih
lama materi yang disampaikan.
Prinsip dasarnya terdapat dalam hadits berikut :
حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ
بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ قَالَ حَدَّثَنِي
أَبِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ
الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
Artinya: Hadis
Musaddad ibn Musarhad hadis Yahya dari Bahzâ ibn Hâkim, katanya hadis dari
ayahnya katanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: Celakalah bagi orang yang
berbicara dan berdusta agar orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya, kecelakaan
baginya. (As-Sijistani: 716).
Hadis di atas
tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah hafiz, şiqah sadũq. Rasulullah saw. mengulang tiga kali perkataan
”celakalah”, ini menunjukkan bahwa pembelajaran harus dilaksanakan dengan baik
dan benar, sehingga materi pelajaran dapat dipahami dan tidak tergolong pada
orang yang merugi.
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.
Ø
Metode Pendidikan Islam menurut Al-Ghazali.
Perhatian
Al-Ghazali terhadap metode pengajaran lebih dikhususkan bagi pengajaran
pendidikan agama untuk anak-anak. Untuk ini ia telah mencontohkan suatu metode
keteladanan bagi mental anak-anak, pembinaan budi pekerti, dan penanaman
sifat-sifat keutamaan pada diri mereka. Metode pengajaran menurut Al-Ghazali
dapat dibagi menjadi dua bagian antara pendidikan agama dan pendidikan akhlak.
Metode
pendidikan agama menurut Al-Ghazali pada prinsipnya dimulai dengan hapalan dan
pemahaman, kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu
penegakan dalil-dalil dan keterengan-keterangan yang menguatkan akidah.
Al-Ghazali berpendapat bahwa pendidikan agama harus mulai diajarkan kepada
anak-anak sedini mungkin. Sebab dalam tahun-tahun tersebut, seorang anak
mempunyai persiapan menerima kepercayaan agama semata-mata dengan mengimankan
saja dan tidak dituntut untuk mencari dalilnya. Sementara itu berkaitan dengan
pendidikan akhlak, pengajaran harus mengarah kepada pembentukan akhlak yang
mulia. Al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah suatu sikap yang mengakar di
dalam jiwa yang akan melahirkan berbagai perbuatan baik dengan mudah dan
gampang tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan.
Selanjutnya, prinsip metodologi pendidikan modern selalu menunjukan aspek
ganda. Suatu aspek menunjukan proses anak belajar dan aspek lainnya menunjukan
aspek guru mengajar dan mendidik.
a). Asas-asas metode belajar
1. Memusatkan perhatian sepenuhnya.
2. Mengetahui tujuan ilmu pengetahuan yang akan
dipelajari.
3. Mempelajari ilmu pengetahuan dari yang
sederhana menuju yang komplek.
4. Mempelajari ilmu pengetahuan dengan
sistematika pembahasan.
b). Asas-asas metode mengajar
1. Memperhatikan tingkat daya pikir anak.
2. Menerangkan pelajaran dengan cara yang
sejelas-jelasnya.
3. Mengajarkan ilmu pengetahuan dari yang
konkrit kepada yang abstrak.
4. Mengajarkan ilmu pengetahuan dengan
berangsur-angsur.
c). Asas metode mendidik
1. Memberikan latihan-latihan.
2. Memberikan pengertian dan nasihat
3. Melindungi anak dari pergaulan yang buruk.
Rasulullah SAW selaku penyampai
risalah Islam yang mulia merupakan cerminan yang komprehensif untuk mencapai
kesempurnaan sikap, prilaku, dan pola pikir. Bahkan sayyidah ‘Aisyah tatkala
ditanya oleh beberapa sahabat mengenai pribadi Rasulullah SAW menyebutkan bahwa
Rasulullah itu adalah Al-Qur’an berjalan. Artinya semua kaidah kehidupan yang
ditetapkan islam melalui Al-Qur’an semuanya contoh sudah terdapat dan dijumpai
dalam diri Rasulullah SAW. Beliau bukan hanya menjadi seorang nabi, tapi juga
kepala negara. Beliau tidak cuma sekadar bapak tapi juga guru dengan teladan
yang baik. Allah SWT sendiri telah memuji keluhuran pribadi Rasulullah SAW
dalam ayat-Nya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”
(QS.Al-Ahzab : 21)
Jaminan
mardhatillah akan didapatkan oleh setiap orang yang bersungguh-sungguh menggali
dan meneladani kepribadian Rasulullah. Selain itu jaminan keselamatan dan
syafa’at saat hari kiamat akan diberikan Rasulullah. Jadi tidak ada keraguan
lagi dan tidak akan memilih cara lain termasuk dalam menerapkan pola pendidikan
selain yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Sosok
Rasulullah SAW yang menjadi pendidik sukses bisa diakui tidak cuma
kalangan dunia Islam namun juga dari komentar yang diberikan oleh kalangan
Barat seperti Robert L. Gullick Jr. dalam bukunya Muhammad, The Educator
menyatakan: “Muhammad merupakan seorang pendidik yang membimbing manusia menuju
kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar. Tidak dapat dibantah lagi bahwa
Muhammad sungguh telah melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong
perkembangan Islam, suatu revolusi sejati yang memiliki tempo yang tidak
tertandingi dan gairah yang menantang… Hanya konsep pendidikan yang paling
dangkallah yang berani menolak keabsahan meletakkan Muhammad diantara
pendidik-pendidik besar sepanjang masa, karena -dari sudut pragmatis- seorang
yang mengangkat perilaku manusia adalah seorang pangeran di antara pendidik”.
Selain itu Michael Hart dalam bukunya 100 tokoh dunia meletakkan Rasulullah
Muhammad di posisi pertama sebagai sosok paling berhasil dan tak tergantikan
oleh sosok lainnya berkaitan dengan memimpin dan mendidik umat dalam kurun
waktu singkat sehingga terwujud kehidupan yang mulia.
Rasulullah
sebagai pendidik memiliki strategi pendidikan yang penting diketahui. Strategi
tersebut terdiri dari metode, aksi, dan teknik yang diperlukan dalam
mendapatkan hasil yang maksimal untuk pendidikan islami. Metode yang dilakukan
Rasulullah meliputi :
- Spiritual-Mentality Building.
Rasulullah
meletakkan pondasi mental berlandaskan aqidah yang kuat terhadap kaum muslimin
semasa itu. Karena jika pendidikan tidak dimulai dari dalam diri, maka apapun
manifestasi pendidikan tersebut hanyalah manipulatiif. Pembentukan mental islam
yang kuat akan menghindarkan anak didik dari penyakit hati seperti benci, dengki,
buruk sangka, sombong, bohong, pesimis, dsb. Jika seseorang telah mampu
mengeliminasi penyakit hati, maka orang tersebut berpotensi besar untuk sukses.
- Applicable.
Allah SWT tidak
pernah memerintahkan keimanan kecuali disertai dengan tindakan nyata. Maka
berawal dari kenyataan ini, Rasulullah SWT melakukan penguatan pengetahuan
teoritis dengan aplikasi praktis. Sebab akan bisa didapatkan manfaat hakiki
yang lahir dari aplikasi praktis terhadap pengetahuan teoritis tersebut.
- Balance in Capacity.
Artinya sebagai
seorang pendidik yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW adalah memberikan
penugasan dan menjelaskan sesuatu sesuai dengan kemampuan dan pemahaman yang
dimiliki oleh anak didik. Karena, tugas yang berlebihan akan menyebabkan
seorang pendidik tersebut dijauhi dan tugasnya pun akan ditinggalkan. Metode
ini sesuai dengan hadits Rasulullah
- Right Treatment for Diversity.
Pendidikan
Islami memerlukan tindakan tepat terhadap keragaman anak didik. Keragaman
tersebut bisa diklasifikasi berdasarkan demografi. Rasulullah memberi perlakuan
berbeda dalam mendidik antara pria dengan wanita, antara orang badui dengan
orang kota, antara orang yang baru masuk islam dengan yang sudah lama memeluk
islam. Sehingga jika tepat dalam memberi perlakuan terhadap keragaman anak
didik, apa yang disebut adil akan terwujud dari pendidik kepada anak didik.
- Priority & Thing First Thing.
Kemampuan untuk
membuat prioritas dan memilah yang terpenting daripada yang penting sangat
diperlukan untuk dimiliki oleh pendidik. Prioritas dan mendahulukan hal
terpenting dalam proses pendidikan islami berarti menanamkan kebiasaan kepada
anak didik bertindak efektif dan efisien. Efektif artinya melakukan sesuatu
yang benar sedangkan efisien berarti melakukan sesuatu dengan benar.
- Good Advice for Good Time.
Pendidik umat
harus mampu memberikan konseling kepada anak didik yang sedang dilanda masalah
ataupun berbuat kesalahan fatal tanpa disadarinya. Ada yang perlu diperhatikan
dalam pemberian nasehat/advice kepada anak didik yaitu kuantitas dan timing.
Kuantitas maksudnya nasihat yang diberikan tidak banyak namun terkontrol dalam
pelaksanaan pada anak didiknya. Jika terjadi pengabaian pada nasihat pertama,
maka bisa kemudian diberi nasehat yang selanjutnya dan lebih berbobot. Lantas,
mengenai waktu/timing penyampaian nasihat harus tepat. Pemilihan waktu yang
tepat saat memberikan nasehat akan memberikan dampak perubahan yang luar biasa
kepada anak didik.
- Achievement Motivation.
Motivasi
berprestasi penting artinya dimasukkan dalam proses pendidikan islami karena
mengandung dorongan positif yang kuat dari dalam diri manusia berefek pada
sikap dan tindakannya mengarah pada hal yang positif pula. Sehingga kebajikan
lebih dominan dan mampu melenyapkan keburukan.
- Coercive and Reward.
Sanksi dan
Penghargaan bisa dianggap sebagai upaya memotivasi anak didik. Ada kalanya anak
didik berbuat baik karena takut dihukum dan ada yang memang menginginkan
mendapat pujian dari gurunya. Sedangkan Rasulullah SAW mencontohkan
mengedepankan penghargaan ketimbang sanksi karena Allah SWT mengutamakan
menerima karena suka daripada karena takut. Menerima karena suka akan
memunculkan kerinduan untuk melakukan apa yang diperintahkan dengan lapang
dada.
- Self-Evaluation.
Rasulullah
mengajarkan kepada kaum muslimin waktu itu dalam metode pendidikan yang beliau
jalankan adalah evaluasi diri (muhasabah). Anak didik yang selalu diajak untuk
melakukan evaluasi diri dalam keterlibatannya pada proses pendidikan islami
akan memacu diri anak didik untuk melakukan perbaikan sehingga akan didapatkan
peningkatan performance (kinerja) yang lebih baik lagi.
- Sustainable Transfer.
Pendidikan
islami merupakan pembentukan diri dan prilaku yang tidak bisa didapatkan dalam
waktu sekejap. Butuh kesinambungan proses baik transfer maupun control terhadap
hasilnya. Proses pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah juga berjalan dalam
jangka waktu yang tidak singkat. Waktu 13 tahun dihabiskan selama di Makkah dan
dilanjutkan di Madinah di sisa usia beliau hingga kembali ke haribaan tidak
pernah berhenti untuk terus dan terus mendidik umat.
Penjelasan
singkat mengenai keteladanan Rasulullah SAW bagi pendidik umat bisa menjadi
bekal untuk melakukan perbaikan mutu sikap dan pikir anak didik sesuai dengan
syari’at Islam. Sebenarnya masih sangat luas sekali-hingga tak terhitung
jumlahnya-,keteladanan yang diberikan Rasulullah SAW. Tapi sekali lagi, jika
kita mau dan bertekad keras untuk memulai dari yang sedikit dulu namun
istiqomah dan ada peningkatan bertahap kelak kemudian hari dari apa-apa yang
telah dicontohkan Rasulullah, insya Allah akan menghasilkan kualitas anak didik
yang tidak diragukan lagi kehandalannya.
4.
Contoh
Pendidikan Dalam Islam
Hakekat pendidikan adalah proses manusia untuk menjadi sempurna
yang diridhoi Allah SWT. Hakikat tersebut menunjukkan pendidikan sebagai proses
menuju kesempurnaan dan bukannya puncak kesempurnaan, sebab puncak kesempurnaan
itu hanyalah ada pada Allah dan kemaksuman Rasulullah SAW. Karena itu,
keberhasilan pendidikan hanya bisa dinilai dengan standar pencapaian
kesempurnaan manusia pada tingkat yang paling maksimal.
Diantara contoh pendidikan islami adalah pendidikan yang bertujuan
untuk membangun kepribadian islami yang terdiri dari pola piker dan pola jiwa
bagi umat yaitu dengan cara menanamkan tsaqofah Islam berupa Aqidah, pemikiran,
dan perilaku Islami kedalam akal dan jiwa anak didik. Karenanya harus disusun
dan dilaksanakan kurikulum oleh Negara.
Selain itu, pendidikan Islami tidak hanya mementingkan pendidikan
agama saja, tapi bertujuan untuk mempersiapkan generasi Islam untuk menjadi
orang ‘alim dan faqih di setiap aspek kehidupan, baik ilmu diniyah (Ijtihad,
Fiqh, Peradilan, dan lain- lain) maupun ilmu terapan dari sains dan teknologi
(kimia, fisika, kedokteran, dan lain- lain). Sehingga output yang didapatkan
mampu menjawab setiap perubahan dan tantangan zaman dengan berbekal ilmu yang
berimbang baik diniyah maupun madiyah-nya.
Pembangunan dan pembentukan
generasi islam berkualitas sebagaimana para sahabat, tabi’in, tabi’in-tabi’at
dan ulama-ulama kenamaan merupakan bukti keberhasilan pola pendidikan islami.
Generasi islam dinilai berkualitas apabila terbentuk pola pikir dan pola jiwa
berlandaskan pada aqidah Islam yang kuat sehingga mampu mengintegrasikan
keimanan dan kompetensi pada diri anak didik. Pola pendidikan islami sudah ada
semenjak Rasulullah SAW hidup dan beliaulah yang meletakkan pondasinya dengan
banyak keteladanan yang bisa diambil. Dengan dihasilkannya generasi islami juga
akan didapati peradaban mulia seperti yang sudah tercatat dalam sejarah dunia
tentang kegemilangan peradaban islam mengubah dunia dari kegelapan menuju
pencerahan hakiki. Pendidikan islami mampu membuktikan janji Allah SWT dengan
munculnya umat terbaik sesuai dengan ayat al-Qur’an :
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik.(QS. Ali Imron : 110)
Wallahu’alam
bish-Showab…..
PENUTUP
Menurut Al-Ghazali, pendidikan yang baik merupakan jalan untuk mendekatkan diri
kepada Allah dan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Al-Ghazali
menggabungkan antara kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Tentang
kurikulum pendidikan Islam, Al-Ghazali mengatakan bahwa Al-Quran beserta
kandungannya berisikan pokok-pokok ilmu pengetahuan. Isinya sangat bermanfaat
bagi kehidupan, membersihkan jiwa, memperindah akhlak, dan mendekatkan diri
kepada Allah.
Tujuan pendidikan Islam dalam pandangan Al-Ghazali hanyalah untuk mendekatkan
diri kepada Allah. Adapun tujuan utama dari penggunaan metode dalam pendidikan
harus diselaraskan dengan tingkat usia, kecerdasan, bakat dan pembawaan anak
dan tujuannya tidak lepas dari nilai manfaat. Tentang pendidik, Al-Ghazali
menekankan bahwa seorang pendidik harus memiliki norma-norma yang baik,
khususnya norma akhlak. Karena pendidik merupakan contoh bagi anak
didiknya.Dalam kaitannya dengan peserta didik, Al-Ghazali menjelaskan bahwa
mereka merupakan hamba Allah yang telah dibekali potensi atau fitrah untuk
beriman kepada-Nya. Fitrah itu sengaja disiapkan oleh Allah sesuai dengan
kejadian manusia, cocok dengan tabiat dasarnya yang memang cenderung kepada
agama Islam.
Daftar Pustaka
1.
Al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, Yogyakarta: Islamika, 2003.
2.
Al-Ghazali, Mutiara Ihya` Ulumuddin. Terj Iwan Kurniawan. Mizan:
Bandung. 2001
3. Arifin
M., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
4. Fathiyah
Hasan Sulaiman. Konsep Pendidikan Al-Ghazali, Jakarta: Guna Aksara,
1986.
5. Nata,
Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
6. Nata,
Abuddin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2003
7. Ramayulis
dan Nizar, Samsul, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Ciputat: PT Ciputat
Press group, 2005
8. Zainuddin
dkk., Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara,1991.
Diberdayakan oleh Blogger.