Archive for 2013

Tahun Baru

Selasa, 31 Desember 2013
Posted by Witarsanomic
 
Tahun baru segera tiba. Banyak yang merasa, waktu berjalan begitu cepat, time flies. Ke mana saja hari? Tiba-tiba sudah akhir tahun dan di depannya tahun baru lagi.

Ah, kita semua sebenarnya ditelan kecepatan. Kecepatan adalah gejala paling menonjol dari kehidupan mutakhir kita. Kita semua pemuja kecepatan. Sesuatu yang lambat, kita keluhkan: internet lelet banget, filmnya lamban jelek, masakannya enak tapi nunggunya lama, jawabannya tidak seketika terlalu mikir, kereta pelan tak sampai-sampai....

Semua orang ingin lebih cepat dan lebih cepat lagi. Kerja lebih cepat, terhubung lebih cepat, berpikir lebih cepat, ngomong lebih cepat, bercinta lebih cepat, hamil lebih cepat—sampai tak sempat berpikir, hamil ini karena terpaksa atau suka bin senang?

Kecepatan dan konsumerisme jalin-menjalin menjadikan apa saja terasa kurang. Ada midnite shopping, liburan, clubbing, nonton bioskop, pesta, berselingkuh, ditambah entah apa lagi. Waktu tetap saja terasa cupet. Padahal, pendidikan anak sudah diserahkan kepada babu. Hidup manusia modern adalah perjalanan dari kekecewaan ke kekecewaan karena apa yang ingin dijalani dan apa yang bisa dijalani makin lebar jaraknya.

Penghayatan kita terhadap waktu bukanlah sebagai siklus. Waktu dihayati sebagai sesuatu yang linear: melesat cepat ke depan. Bersama kecepatan pula kemudian sejumlah imperatif kehidupan hilang. Taruhlah di antaranya proses. Proses diganti sukses, yang datangnya kalau bisa seseketika mungkin. Pokoknya gampang. Tinggal petik.

Bagaimana caranya? Diomongkan. Mengalirlah kutipan, uraian, fasih, diungkapkan sambil mesem-mesem, seolah hidup melulu gejala kata-kata, bukan pelaksanaan segenap aktivitas diri yang di dalamnya termasuk pikiran, tubuh, dan spiritualitas manusia. Bahwa sebagaimana gejala alam, totalitas manusia tak bisa digenjot kecepatannya semudah kata-kata para penganjur produktivitas industri kapitalis. Pret.

Ada sesuatu yang sifatnya alamiah. Tidak ada bayi yang dengan seketika bisa disuruh tegak berdiri dan langsung berlari. Harus terjadi pengondisian tubuh terlebih dahulu, sebelum tubuh bisa diperintah otak untuk melakukan gerak-gerak motorik. Atau sebaliknya, pada fase berikut, kadang dibutuhkan pengondisian otak, untuk tidak terlalu mengintervensi tubuh. Kalau otak terlalu mengintervensi tubuh, orang jadi sulit tidur, stres, mau bercinta loyo karena masih mikirin anjlognya harga saham.

Sejak awal, modernitas memang berkecenderungan mereduksi gejala tubuh. Manusia gerak menjadi manusia duduk. Kota dan metropolitan lahir.
Bersama perkembangan urbanisme, manusia terpisahkan dari alam. Manusia urban tidak mengolah alam. Mereka secara perlahan mulai lupa keterkaitannya dengan alam yang menghidupinya.

Hinterland, desa-desa di sekeliling kota sumber daya pertanian, dilupakan keberadaannya. Dalam globalisasi, keterkaitan kota-desa kian hilang dari memori. Soalnya, jarak antara produsen bahan makanan dengan piring orang kota kian jauh. Beras yang dimakan orang Jakarta berasal dari Thailand. Jeruk dari China. Kopi dari Brasil.

Kalau orang kota kembali ke desa, keinginannya bukan untuk mengolah alam, melainkan mengonsumsi romantisme desa. Banyak teman saya membeli tanah di desa-desa di kota lamanya, sebelum nantinya hengkang, karena kenyataan tidaklah seperti kenangan. Tidak tahu lagi, apa yang harus diperbuat dengan kesenyapan. Sudah terlalu terbiasa dengan kecepatan, hiruk-pikuk, dan gebyar-gebyar palsu.

Di akhir tahun seperti sekarang, kadang sulit saya menjawab pertanyaan orang: di mana tahun baru? Mau apa?

Pasti akan dianggap main-main kalau saya jawab seperti jawaban Guru: saya di sini saja. Karena saya di sini maka saya tidak di sini. Saya tidak melakukan apa-apa. Karena saya tidak melakukan apa-apa, maka saya melakukan apa-apa....
 
Sekalipun pada 2013 kita menghadapi banyak permasalahan ekonomi, kita tetap bersyukur dapat melaluinya dengan selamat. Tahun 2013 di- cirikan dengan inflasi yang tinggi sekitar 8,5 persen, nilai rupiah yang melemah sekitar 27 persen pada tingkatan sekitar Rp 12 ribu per dolar AS, dan pertumbuhan ekonomi yang menurun menjadi sekitar 5,8 persen.

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) menyebabkan inflasi yang tinggi. Defisit transaksi berjalan di atas tiga persen dari produk domestik bruto (PDB) menyebabkan tekanan berat pada rupiah dan menurunnya investasi serta ekspor menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi.

Memasuki 2014 sekalipun dengan harapan ekonomi yang lebih baik, kita masih dihadapkan dengan tantangan yang tidak ringan.

Dari luar, rencana bank sentral Amerika Serikat (the Fed) untuk menurunkan stimulus dengan mengurangi pembelian obligasi yang lebih besar menyebabkan aliran modal ke luar dari negara berkembang, termasuk Indonesia, dan modal kembali ke AS. Hal ini menyebabkan tekanan masih akan berlangsung pada nilai rupiah. Kemungkinan the Fed akan menaikkan suku bunga pada pengujung 2014 yang memberi kan tekanan semakin besar pada rupiah.

Bank Indonesia (BI) masih mungkin menaik kan BI Rate untuk membuat nilai rupiah tidak terus merosot. Sementara, inflasi akan me nurun pada kecenderungannya, yaitu sekitar lima persen. Sekalipun demikian, hal tersebut menunjukkan prospek perbaikan ekonomi AS yang berpengaruh positif pada ekonomi dunia. Ekonomi Cina yang menjadi rekan perdagangan utama Indonesia kemungkinan juga akan membaik yang memberikan peluang peningkatan ekspor Indonesia. Ekonomi Jepang kemungkinan juga membaik yang juga menguntungkan bagi ekspor Indonesia. Ekonomi Eropa kemungkinan yang masih lemah karena masalah struktural yang sulit untuk diatasi.

Dengan ketidakpastian di tingkat global tersebut, dengan faktor positif dan negatifnya bagi ekonomi Indonesia, kita harus mempersiapkan diri dengan lebih baik memasuki 2014 sebagai masa transisi. Di dalam negeri, kekuatan pasar domestik yang didukung oleh konsumsi masyarakat masih kuat. Sektor telekomunikasi, perdagangan, dan keuangan masih memimpin dalam pertumbuhan sektoral. Sektor yang semestinya unggul, seperti manufaktur, pertanian, dan pertambangan, masih membutuhkan restrukturisasi untuk dapat kompetitif dan memperbaiki ketergantungan ekonomi yang besar pada impor serta dapat meningkatkan ekspor.

Tahun 2014 juga merupakan tahun politik. Perhatian pemerintah dan politikus adalah pada pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres). Ditambah dengan ketatnya tindakan antikorupsi maka inisiatif pemerintah akan semakin terbatas. Sedangkan, pemerintah baru akan terbentuk pada Oktober 2014 dan belum akan dapat berbuat banyak bagi perekonomian 2014. Karena itu, dapat kita katakan 2014 adalah juga sebagai masa transisi dari pandangan ekonomi-politik. Harapan lebih besar pada perkembangan ekonomi pada 2015.

Masa transisi 2014 semestinya juga dikaitkan dengan restrukturisasi ekonomi dari mengandalkan sumber daya alam kepada kemampuan dalam produksi di manufaktur dan pertanian yang terkait dengan nilai tambah global (global value chain). Indonesia dapat mendapatkan manfaat optimal dari perkembangan global dan dapat meminimalkan dampak negatifnya.

Bagi dunia usaha, memasuki 2014 semestinya juga lebih fokus pada menyesuaikan diri dengan perubahan ekonomi dengan bunga pinjaman yang lebih tinggi, nilai rupiah yang relatif lebih lemah, dan inflasi yang menurun. Pada paruh pertama 2014, ketidakpastian masih akan dihadapi dunia usaha. Namun, pada paruh kedua 2014, ekonomi akan membaik seiring dengan perbaikan ekonomi AS dan Cina.

Peluang usaha akan semakin terbuka. Apalagi, jika presiden terpilih dan pemerintahan baru sesuai dengan harapan masyarakat, prospek perekonomian akan lebih baik lagi. Bagi dunia usaha yang dapat mempersiapkan diri dengan baik pada masa transisi ini, akan mendapatkan manfaat besar pada perkembangan ekonomi 2015. Tentu saja, penyesuaian tidaklah mudah.

Bagi masyarakat pada paruh pertama 2014, masih meng hadapi inflasi yang tinggi, tapi pada paruh kedua, inflasi akan turun dan mendorong peningkatan konsumsi masyarakat. Terpilihnya presiden dan terbentuknya pemerintahan yang sesuai dengan kehendak masyarakat akan meningkatkan ekspektasi terhadap perbaikan ekonomi pada tahun transisi ini dan terbukanya kesempatan kerja dengan perkembangan investasi.

BUMN Untung, Negara Buntung?

Minggu, 29 Desember 2013
Posted by Witarsanomic


 
Uji materi terhadap Undang-Undang Keuangan Negara dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ke Mahkamah Konstitusi mendapat tanggapan beragam. Sebagian menganggap langkah tersebut sebagai upaya membuat lincah BUMN dalam berbisnis. Di lain pihak, ada kekhawatiran bahwa jika uji materi itu dikabulkan, peluang korupsi akan menjadi lebih besar di lingkungan entitas bisnis milik negara tersebut.

Koalisi untuk Akuntabilitas Keuangan (KUAK) Negara terang-terangan menyatakan khawatir. Mereka curiga bahwa uji materi tersebut merupakan modus elite partai dalam mencari biaya politik dari BUMN. Mereka juga mencurigai hal itu sebagai cara BUMN menyelamatkan diri dari pemeriksaan atau audit BPK. Bahkan, mereka mencurigai BUMN akan berbondong-bondong melakukan IPO (penawaran perdana saham) menjelang pemilu 2014.

Semua itu merupakan kekhawatiran yang berlebihan. Bahwa mereka khawatir akan pemisahan keuangan BUMN dengan keuangan negara, itu jelas sesuatu yang sah. Namun mengkaitkan uji materi dengan kebutuhan elite partai politik untuk menggali biaya pemilu bisa dianggap sebagai paranoia politik. Apalagi, mereka mengatakan BUMN akan menjadi sasaran perampokan karena tidak akan lagi diaudit BPK (Koran Tempo, Senin, 18 November 2013).

Uji materi sejumlah pasal dalam UU Keuangan Negara dan UU BPK itu bermula dari keprihatinan Ketua Pusat Kajian Masalah Strategis Universitas Indonesia (CSSUI) Prof Dr Arifin P. Soeria Atmadja, S.H. Beliau sangat bersemangat untuk membantu BUMN/BUMD agar bisa bergerak lincah dan bersaing seperti entitas bisnis swasta.

Dia menyatakan ada yang salah dalam pengaturan BUMN/BUMD sebagai lembaga bisnis. Dalam setiap forum, ia selalu mengatakan BUMN agak sulit bersaing dengan swasta. Sebab, dari sisi aturan, mereka diatur oleh lebih dari delapan undang-undang. Sedangkan perusahaan swasta hanya diatur maksimal tiga UU. Ini menyebabkan BUMN/BUMD tidak punya ladang bermain yang sama.

Apa saja regulasi yang mengatur BUMN? UU PT, UU Pasar Modal, UU Sektoral, UU BUMN, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU Tipikor, serta UU Pemeriksaan Pengeluaran dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Khusus BUMD, masih ditambah UU Pemerintahan Daerah. Sedangkan perusahaan swasta hanya diatur oleh UU PT, UU Pasar Modal, dan UU Sektoral.

Prof Arifin pula yang getol menggalang dukungan untuk mengajukan permohonan uji materi. Bahkan, kegigihannya dalam memperjuangkan BUMN dan BUMD ini dibawa sampai beliau wafat. Dosen UI ini meninggal karena kelelahan setelah berdiskusi membahas materi di Hotel Borobudur, Jakarta. Ibaratnya, ia wafat di medan perjuangan saat gugatannya sedang dalam proses persidangan di Mahkamah Konstitusi. Semoga Allah membalas amal baik beliau.

Di mata Prof Arifin, BUMN merupakan badan hukum privat, bukan badan hukum publik seperti pemerintah. Kekayaan BUMN adalah kekayaan BUMN itu sendiri, bukan kekayaan negara. Kepemilikan pemerintah bukan pada asetnya, melainkan pada jumlah sahamnya. Karena itu, kerugian BUMN/BUMD bukan kerugian negara, melainkan kerugian korporasi seperti perusahaan swasta.

Lantas bagaimana kalau terjadi penyimpangan? Jika terjadi penyimpangan pengelolaan sehingga terjadi kerugian, harus diselesaikan melalui pendekatan perdata lewat ganti rugi atau pengembalian kerugian. Jika yang bersangkutan tidak bisa menyelesaikan melalui mekanisme ganti rugi atau berkeberatan, baru dilakukan proses pidana.

Seringkali keberatan atas langkah Prof Arifin ini muncul hanya karena melihat modal yang disetor ke BUMN berasal dari APBN. Karena modalnya dari APBN, maka ia harus diperlakukan sebagai aset negara dan harus mengikuti regulasi lembaga publik. Alasan inilah yang selalu menjadi senjata mereka dalam mengajukan keberatan atas pemisahan kekayaan BUMN/BUMD dari kekayaan negara.

Tapi apakah harus demikian? Sebetulnya tidak. Gaji pegawai negeri yang diterima setiap bulan sudah tidak bisa disebut sebagai uang negara. Karena itu, ketika gaji itu sudah di saku pegawai dan dicopet, bukan berarti ia menghilangkan uang negara. Gaji yang telah dibayarkan telah menjadi milik pribadi dan pertanggungjawabannya juga pribadi.

Jika dicermati, baik yang menggugat UU Keuangan Negara dan UU BPK ke MK maupun yang menolak mempunyai semangat yang sama. Pihak penggugat membutuhkan revisi regulasi agar mereka lebih lincah dalam menjalankan roda bisnis BUMN dan BUMD. Dengan tidak adanya "ranjau regulasi" yang bisa mencelakakan pengurusnya, mereka berharap bisa bersaing dengan swasta dan bisa melipatgandakan kekayaan negara lewat bisnis yang digelutinya.

Sementara itu, pihak yang menolak gugatan tersebut punya semangat menjaga aset negara yang berada di BUMN/BUMD tidak hilang dan terus bertahan. Semangat keduanya tentu harus kita dukung bersama. Namun, dalam prakteknya, upaya mengontrol secara langsung itu menjadi kurang produktif, bahkan malah menghambat BUMN/BUMD menjalankan perannya sebagai pengungkit ekonomi nasional ataupun daerah.

Zakat Profesi Guru

Posted by Witarsanomic
 
Guru menjadi sebuah profesi yang semakin diminati sejak pemerintah mengalokasikan anggaran yang besar untuk peningkatan kesejahteraannya. Besarnya anggaran untuk keperluan ini pun tidak main-main, dari total anggaran fungsi pendidikan sebesar Rp 337 triliun di tahun 2013, pemerintah mengalokasikan Rp 43 triliun untuk tunjangan profesi guru. Data Pokok Pendidikan tahun 2012 menyebutkan, dari 2.744.379 orang guru yang ada, sejumlah 1.168. 405 orang telah tersertifikasi.

Apa yang telah dicapai ini, tentu saja tidak terlepas dari perjuangan para guru sendiri melalui organisasi profesi yang telah mulai menampakkan geliatnya pasca reformasi berlangsung. Tumbuh suburnya berbagai macam organisasi profesi guru membuat guru tidak kehilangan suaranya. Karena kenyataannya suara guru terlalu lama dibungkam untuk kepentingan politik para penguasa.

Merujuk dari keberhasilan para guru memperjuangkan hak-haknya untuk mendapatkan penghargaan yang sepadan dengan profesi lainnya, maka organisasi ini pasti juga akan mampu jika kini saatnya guru berbalik memberikan hak-hak orang lain melalui tunjangan profesi yang telah didapatnya tersebut. Satu program mengenai pemungutan dan pendistribusian zakat tunjangan profesional dapat dilahirkan melalui organisasi profesi guru ini.

Zakat yang bersumber dari tunjangan profesi guru-guru muslim jika dikelola secara terpusat bukan tidak mungkin akan memberikan kontribusi bagi peningkatan perekonomian masyarakat Indonesia. Seorang guru negeri dan impassing menerima tunjangan profesi sebesar satu kali gaji dalam setiap bulannya. Artinya tambahan pendapatannya tersebut bisa masuk nishab yang dipersyaratkan. Maka di dalam tunjangan profesi tersebut terdapat hak-hak orang lain yang harus guru muslim sadari untuk diberikan kepada yang berhak.

Seperti diketahui, satu diantara prinsip-prinsip ekonomi Islam adalah distributive justice yang berguna untuk membangun keadilan sosial dan ekonomi yang lebih besar melalui redistribusi penghasilan dan kekayaan yang lebih sesuai untuk kelompok miskin dan kelompok yang membutuhkannya.

Jika diasumsikan jumlah guru muslim di seluruh Indonesia ada sekitar 90 persen, maka akan didapatkan jumlah sebanyak Rp 38,7 triliun. Selanjutnya dapat dihitung potensi zakat yang dapat dikumpulkan pada tahun 2013 adalah sebesar 2,5 persen dari jumlah tersebut yaitu sebanyak Rp 967, 5 miliar.

Dari ilustrasi tersebut didapatkan sebuah potensi strategis untuk dapat menyumbangkan peningkatan bagi perekonomian masyarakat. Muflih (2006), mengatakan sekiranya umat Islam kelas ekonomi menengah atas di setiap daerah cenderung berperilaku konsumsi yang adil dan ihsan, maka kemanunggalan sosial ekonomi di masyarakat akan berjalan dengan baik sekalipun mereka berbeda latar belakang suku bangsa dan daerah. Karena aturan dalam keberagamaan termasuk didalamnya zakat dan sedekah adalah sama.

Jika pengelolaan zakat tunjangan profesi ini mampu secara profesional dikelola oleh organisasi guru yang tersebar di seluruh nusantara, niscaya akan didapatkan berbagai keuntungan. Pertama, masyarakat penerima zakat akan ikut merasakan nikmatnya kenaikan kesejahteraan guru. Sehingga kecemburuan sosial bisa teredam.

Kedua, akan tercipta program-program swadaya yang dapat dikembangkan oleh organisasi profesi dengan sharing dana zakat yang ada, yang dapat dipergunakan untuk pelatihan-pelatihan kepada masyarakat yang berhak mendapatkannya.

Ketiga, membuka mata guru muslim bahwa kewajiban berzakat merupakan hakiki yang tersurat dalam rukun Islam. Zakat bukan sekedar zakat fitrah, namun juga zakat mal yang lebih sering diabaikan.

Keempat, gerakan guru berzakat merupakan sebuah modal sosial yang dapat dipergunakan untuk memberikan keteladanan konkrit bagi negara ini, dimana banyak sekali para pelaku koruptor yang seolah harta hanya akan diraup untuk kepentingannya sendiri. Keteladanan yang muncul dari guru akan terasa sangat menyejukkan, dimana status guru yang masih dianggap mulia oleh masyarakat.

Kelima, zakat guru bisa dibagikan untuk kegiatan pemberian beasiswa bagi siswa miskin berprestasi. Dengan program ini bukan tidak mungkin akan melahirkan cikal bakal enterpreuner dari kaum pelajar.

Selain itu, wujud penyaluran zakat sebagai dana produktif, yang sumbernya berasal dari guru bersertifikasi akan menguatkan dua ciri keprofesionalan sang guru, yaitu kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian. Sehingga peran guru bukan saja berada dalamlingkungan tempatnya mereka bekerja, namun juga dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat.

Diperlukan cara untuk mengubah sikap, memberikan motivasi yang tepat, serta menciptakan lingkungan sosial yang peka dan terbuka. Guru sebagai kaum intelek di dalam masyarakatnya akan menjadi teladan dan bersama-sama membangun semangat berzakat dan bersedekah demi mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera.

Seperti yang telah dijanjikan oleh Allah SWT dalam QS Al-A'raf ayat 96, "Padahal jika sekiranya penduduknya negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami melimpahkan kepada mereka berkah-berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan, maka Kami siksa mereka disebabkann apa yang mereka lakukan."

Oleh sebab itu, seiring dengan semakin tingginya populasi masyarakat dan ekonomi yang terus berkembang, gerakan ekonomi syariah ini diharapkan bisa membawa Indonesia menuju kekuatan perekonomian yang lebih kokoh dan dapat dirasakan untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia.

Oasis di Tengah Eksploitasi

Posted by Witarsanomic
 
BILA kita memutar balik jarum jam tahun lalu, 2013 sudah ditabalkan sebagai tahun politik, tahun strategis bagi parpol, caleg, dan capres untuk ancang-ancang memenangi pemilu legislatif pada April 2014 dilanjutkan pemilihan presiden pada Juli tahun yang sama. Setelah lembar demi lembar tahun 2013 kita lewati, ramalan itu ada benarnya.

Itu semua fenomena di permukaan. Di dapur legislatif (DPR dan DPRD), keputusan yang menyangkut kepentingan publik pasti diwarnai tarik-menarik kepentingan politik di antara wakil rakyat dalam melaksanakan fungsi sebagai pengawas, penyusun perundang-undangan ataupun penganggaran.

Bagaimana di dapur eksekutif? Sebelum pemberlakuan otda awal 2000, genderang peringatan peningkatan eksploitasi lingkungan sudah ditabuh.  Hal ini didasari kekhawatiran sumber daya alam diperlakukan sebagai lumbung PAD. 

Adalah fakta pemda yang kaya sumber daya alam mudah memberikan izin penambangan demi mengejar PAD. Termasuk gampang menerbitkan izin pemanfaatan kayu.

Pada Hari Tata Ruang tanggal 8 November lalu, saya menjadi narasumber seminar tentang tata ruang kepulauan berbasis pertambangan di Bangka Belitung. Sampai saat ini draf tata ruang provinsi tersebut masih dalam pembahasan. Menurut tokoh masyarakat provinsi tersebut, yang proeksploitasi sengaja terus mengulur agar kepentingan mereka tidak terusik.

Kita tahu UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan rencana tata ruang nasional, provinsi, kabupaten/kota harus mendasarkan pada daya dukung lingkungan dan daya tampung lingkungan. Untuk kabupaten/kota yang tidak memiliki sumber daya alam memadai, instrumen izin dipgunakan sebagai wahana mengeruk PAD.

Di tengah ingar-bingar eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan, muncul sejumlah oasis seperti Kota Surabaya dan kelompok/masyarakat peduli lingkungan. Surabaya yang dulu dikenal sebagai ’’Surabahaya’’ mengingat tingkat kerusakan dan pencemaran lingkungan yang melebihi batas, di bawah Wali Kota Tri Rismaharini berubah jadi kota teduh, nyaman, asri, dan manusiawi.

Kota Pahlawan itu meraih tiga kali secara berturut-turut Adipura Kencana, mengindikasikan bukan hanya comply mengelola sampah,  menekan tingkat pencemaran udara dan air melainkan sudah beyond compliance dengan inovasi. Kita bisa melihat pengolahan sampah dari skala rumah tangga dan TPS berprinsip 3R (reduce, reuse, dan recycle), menggunakan energi terbarukan dan efisiensi energi.

Melalui Taman Bungkul, ibu kota Jatim itu menerima Asian Townscape Award dari Badan PBB untuk Habitat, dan dinyatakan sebagai taman terbaik di Asia karena memadukan aspek budaya, sosial, dan ekonomi.  Di taman tersebut ada makam cikal-bakal kota itu yang masih ramai dikunjungi masyarakat. Di tempat itu pula, warga berekreasi, melepaskan lelah, bertemu dengan rekan bisnis.

Anak-anak muda bisa sepuasnya browsing internet. Di taman itu PKL bisa berjualan dengan tenang. Taman Bungkul menjadi tumpuan warga dan menurut Wali Kota akan dibangun 15 taman serupa di seantero Surabaya.  Fungsi  sosial taman bukan hanya dirasakan oleh pengguna melainkan juga oleh warga kota pada umumnya.

Sementara, oasis lain bisa kita lihat dari kelompok pelestari lingkungan yang dalam 5 tahun terakhir tumbuh bagai cendawan pada musim hujan. Kelompok-kelompok pengolah sampah skala rumah tangga yang melakukan 3R dapat kita temui di Semarang, Jakarta, Bandung, Solo, Bantul, Yogyakarta dan sebagainya.

Prospek 2014

Sampah organik diolah menjadi pupuk dan sampah anorganik dikemas jadi berbagai produk bernilai ekonomi seperti tas, tempat tisu, vas bunga dan sebagainya. Kelompok yang didominasi ibu-Ibu ini mengembangkan sayap dengan membentuk bank sampah. Bank ini membeli sampah dari warga untuk kemudian dipilah, sebagian dijual kepada pengumpul, sebagian lagi diolah jadi berbagai produk.

Diskusi mengenai prospek Indonesia pasca-2014 berkait Munas IKA Undip di kampus Pleburan tanggal 7 Desember 2013 menyimpulkan bahwa bila kualitas Pemilu 2014 masih seperti periode sebelumnya, bisa dipastikan kondisi Tanah Air ke depan tak akan lebih baik. Pemilu-pemilu sebelumnya selalu diwarnai politik uang, dan bukan lagi rahasia adanya biaya politik tinggi untuk bisa menjadi legislator.

Tak mengherankan bila sepanjang masa baktinya anggota legislatif, dan mungkin juga kepala daerah lebih disibukkan urusan bagaimana mengembalikan dana yang pernah dikeluarkan berkait keterpilihan mereka. Nasib lingkungan tahun depan tidak bisa banyak mengandalkan pilar legislatif dan eksekutif tetapi harus banyak bertumpu pada kreativitas, inovasi perorangan dan kelompok/masyarakat yang dengan panggilan hatinya memelopori pelestarian lingkungan.

Senyatanya embrio oasis sudah terlihat di ibu kota Jateng. Kota ini, tahun 2012 dan 2013, meraih Adipura. Kelompok swadaya pengolah sampah bermunculan di banyak tempat, dari Sampangan, Jomblang, hingga Tembalang. Demikian juga kelompok swadaya pelestari lingkungan seperti Prenjak di Dukuh Tapak Kelurahan Tugu, Yayasan Biota di Mangunhardjo, Komunitas Kandang Gunung di Gunungpati, yang jadi modal berharga mewujudkan impian itu. Kesetaraan Semarang sudah selayaknya dirupakan jadi kota asri, teduh, indah, sekaligus manusiawi.


Semula saya kira isu tentang kebohongan-kebohongan pemerintahan SBY yang disampaikan para tokoh lintas agama di kantor PP Muhammadiyah Senin lalu (10-01-2011) sungguh merupakan hal yang sangat gawat. Buktinya, pada hari yang sama Menkopolhukam Djoko Suyanto merasa harus memberikan keterangan pers untuk meluruskan berita yang ditulis dalam editorial di salah satu media kita bahwa sudah terlalu banyak kebohongan yang dilakukan pemerintah kepada rakyat.  Nampaknya dalam hal ini pemerintah tidak mau gegabah dengan bereaksi secara langsung kepada para tokoh lintas agama. Presiden SBY telah memerintahkan Daniel Sparringa, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik, untuk meminta konfirmasi kepada sejumlah tokoh agama yang hadir pada pertemuan tersebut.  Hasilnya? Apa yang semula saya rasakan cukup menegangkan tersebut ternyata konon hanya merupakan masalah perbedaan bahasa komunikasi yang digunakan. Tetapi, benarkah itu semua hanya merupakan masalah bahasa?
Mengapa Pemerintah Resah?
Setelah membaca 18 butir kebohongan yang dipublikasikan di sejumlah media, nampaknya pemerintah tidak bisa menerima kalau soal janji-janji pemerintah yang tidak atau belum terpenuhi, penggunaan parameter jumlah orang miskin yang digunakan pemerintah yang dianggap tidak sesuai dengan fakta di lapangan, dan kebijakan pemerintah yang dinilai tidak memihak kepada publik disebut sebagai suatu kebohongan.  Kebohongan tidaklah identik dengan kegagalan.  Kebohongan adalah ucapan yang tidak sesuai dengan keadaan/tindakan yang sebenarnya.  Keadaan/tindakan mendahului ucapan, bukan sebaliknya, kecuali kalau niat untuk melakukan suatu tindakan sengaja disembunyikan.  Kebohongan adalah kalau kegagalan, misal dalam menyelesaikan kasus Gayus atau skandal Century, diakui sebagai keberhasilan.  Bagi pemerintah, kebohongan merupakan suatu perbuatan disengaja yang sangat tercela karena menyangkut integritas, kredibilitas dan kehormatan seseorang.  Pemerintah resah karena dituduh telah melakukan banyak kebohongan kepada rakyatnya.  Bagi pemerintah, tuduhan tersebut merupakan, meminjam istilah Ketua MK Mahfud MD, proses demoralisasi.

Kedua, selain soal bahasa, hal lain yang membuat pemerintah resah adalah karena konon para tokoh lintas agama tersebut berjanji akan mengajak umat untuk melawan kebohongan yang dilakukan oleh (pemerintahan) SBY.  Artinya, paling tidak dalam benak pemerintah, akan ada mobilisasi massa yang bertujuan untuk memerangi kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai tidak memihak kepada publik.  Nampaknya pemerintah khawatir proses demoralisasi terhadap pemerintah dan ajakan kepada umat tersebut akan dimanfaatkan oleh sejumlah politisi dan jenderal purnawirawan yang sudah tidak sabar lagi untuk melihat Presiden SBY dilengserkan sebelum masa jabatannya berakhir.  Itulah sebabnya Presiden SBY segera mengirim Daniel Sparringa, staf khusus bidang komunikasi politik, untuk melakukan komunikasi politik dengan para tokoh agama tersebut.
Ketiga, kehadiran para aktivis LSM di kantor PP Muhammadiyah yang menyampaikan 18 kebohongan pemerintah (Detik.Com, 10/01/2011) tersebut nampaknya telah mengundang kecurigaan pemerintah.  Skenario macam apa di balik kerjasama antara tokoh lintas agama dan para aktivis tersebut?  Benarkah 18 kebohongan yang disampaikan oleh para aktivis tersebut merupakan pernyataan murni dan bulat dari sembilan tokoh lintas agama yang hadir dalam pertemuan tersebut?  
Keempat, barangkali yang membuat Presiden SBY merasa sangat terpukul adalah karena tuduhan  kebohongan yang ditujukan kepadanya tersebut disampaikan oleh para tokoh agama, penjaga moral yang dipercaya oleh masyarakat dan tidak mungkin bermain-main dengan ucapan mereka. Kalau seruan bohong itu disampaikan oleh para aktivis LSM yang sedang berdemo, itu sudah lumrah dan karenanya pemerintah tidak resah.  Pemerintah juga tidak resah ketika tahun lalu para aktivis Gerakan Indonesia Bersih (GIB) dan kelompok petisi 28 menuntut Presiden SBY untuk mundur.  Demikian pula pemerintah tidak merasa resah ketika 25 Agustus 2010 lalu sejumlah Jenderal purnawirawan menyampaikan keresahan serupa yang disampaikan oleh para tokoh lintas agama dan meminta Ketua MPR Taufik Kiemas untuk menggelar Sidang Istimewa MPR apabila presiden terus menerus mengingkari UUD 1945 (asli). Tetapi nampak secara jelas pemerintah tak mampu lagi menutupi kegelisahannya ketika mendengar berita tentang pernyataan sembilan tokoh lintas agama bahwa (pemerintahan) SBY telah melakukan banyak kebohongan kepada rakyatnya.  Komunikasi politik dan dialog pun lalu digelar untuk mencegah meluasnya konflik terbuka antara pemerintah dan para tokoh lintas agama.  
Pernyataan yang Belum Bulat?           
Dari hasil komunikasi politik yang dilakukan oleh Daniel Sparringa dengan sejumlah tokoh lintas agama akhirnya ditemukan sejumlah fakta, antara lain bahwa pernyataan tentang 18 kebohongan yang konon disampaikan oleh sejumlah aktivis LSM yang tergabung dalam GIB tersebut masih berbentuk draf dan belum ditandatangani oleh sembilan tokoh lintas agama. Pemerintah juga merasa lega ketika salah seorang tokoh lintas agama, Franz Magnis Suseno, menyampaikan klarifikasi bahwa para tokoh lintas agama tidak bermaksud mengatakan bahwa Presiden SBY telah berbohong.  Selain itu, ketegangan antara pemerintah dan tokoh lintas agama semakin mencair ketika para tokoh lintas agama "meralat" pernyataan tentang 18 kebohongan pemerintah tersebut menjadi tujuh pernyataan sikap para tokoh lintas agama yang dibacakan secara langsung dalam pertemuan mereka dengan pemerintah pada tanggal 17 Januari 2011 malam hari.      
Benarkah Sikap Tokoh Lintas Agama Melunak?
Adalah menarik untuk melihat tujuh butir pernyataan para tokoh lintas agama yang disampaikan kepada pemerintahan SBY-Boediono karena bagaimanapun dialog-dialog yang akan dilakukan oleh pemerintah dan tokoh lintas agama harus mengacu pada butir-butir pernyataan tersebut.  Butir pertama merupakan pernyataan syukur karena setelah 66 tahun merdeka NKRI masih bisa bertahan utuh, walaupun harus diakui bahwa belum semua warganya menikmati kemerdekaan yang utuh. 

Mengacu pada cita-cita para pendiri bangsa sebagaimana tertulis dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 45, yakni kemerdekaan sejati  yang mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi setiap anak bangsa, butir kedua menggarisbawahi masih terjadinya kekerasan atas nama agama dan kelompok terhadap terhadap umat beragama dan berkeyakinan, terhadap kebebasan berpendapat dan insan pers yang masih tampak dibiarkan oleh negara.  Dalam hal ini saya kira pemerintah harus menjelaskan mengapa kekerasan atas nama agama dan kelompok tersebut masih terus terjadi dan, ini mungkin yang terpenting, masih tampak dibiarkan terjadi.  Dalam jangka panjang pemerintah mungkin sulit untuk mencegah terjadinya kekerasan dimaksud, tetapi pemerintah harus menjamin bahwa kekerasan tersebut tidak akan dibiarkan terjadi dan frekuensi kejadiannya harus semakin menurun. Barangkali tantangan yang tidak mudah diatasi oleh pemerintah adalah terkait dengan praktik-praktik ajaran sesat yang meresahkan masyarakat di sekitarnya.  Tetapi saya percaya dengan bantuan dan dukungan penuh dari para tokoh lintas agama pemerintah pasti akan mampu mengatasinya.  Hal lain yang ingin saya tambahkan di sini adalah tentunya pemerintah juga tidak boleh membiarkan terjadinya kekerasan-kekerasan lain yang tidak disebutkan dalam pernyataan tokoh lintas agama tersebut.    
Butir ketiga pernyataan tokoh lintas agama menyampaikan, antara lain yang pokok adalah, masih banyaknya rakyat miskin yang tidak mendapatkan layanan kesehatan dan layanan pendidikan yang memadai dari pemerintah sehingga banyak yang meninggal dunia dan putus sekolah.  Di sini secara tidak langsung tokoh lintas agama bermaksud mengingatkan pemerintah agar pertambahan atau penurunan kemiskinan jangan hanya dilihat dari angka prosentase, tetapi juga dilihat dari angka absolut jumlah orang miskin.  Jangan hanya melihat orang miskin yang berada di bawah garis kemiskinan, tetapi juga orang miskin yang berada di atas garis kemiskinan yang setiap saat rentan berubah menjadi berada di bawah garis kemiskinan.  Dalam konteks inilah kita bisa memahami mengapa jumlah orang miskin yang menerima layanan bantuan beras untuk rakyat miskin (70 juta) dan jumlah orang miskin yang menerima layanan jaminan kesehatan masyarakat (76, 4 juta) lebih banyak dari jumlah orang miskin yang berada di bawah garis kemiskinan (31,02 juta). 
Mengenai masalah banyaknya orang miskin yang meninggal karena kelaparan atau karena tidak mendapatkan layanan kesehatan gawat darurat dari rumah sakit, saya kira Kementerian Kesehatan atau unit pemerintah lainnya yang menanganinya seharusnya melakukan monitoring, sosialisasi dan tindakan-tindakan preventif agar supaya jumlah kasus-kasus tersebut dapat dikurangi.  Barangkali dapat juga dipertimbangkan untuk mendirikan semacam rumah-rumah pengaduan yang selain menerima pengaduan dari masyarakat tentang kasus tersebut juga dapat memberikan jasa konsultasi tentang layanan kesehatan pemerintah untuk kelompok masyarakat miskin.  Dalam hal ini diharapkan anggota badan pekerja tokoh lintas agama dapat berpartisipasi untuk menyampaikan data dan informasi dalam rangka meningkatkan layanan kesehatan bagi kelompok masyarakat miskin. Kecuali kalau mereka mempunyai misi dan agenda kerja lain yang lebih penting dan mendesak.          
Dalam butir keempat tokoh lintas agama menggarisbawahi pendapat banyak ahli ekonomi yang menyatakan bahwa kebijakan ekonomi saat ini bertentangan dengan amanat pembukaan dan batang tubuh UUD.  Sumber daya alam belum dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan perusakan terhadap lingkungan hidup terus terjadi. 
Dari sekian banyak kebijakan ekonomi pemerintahan SBY-Boediono yang ada saat ini saya yakin yang dimaksud oleh tokoh lintas agama adalah kebijakan ekonomi neoliberal yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat jelata sesuai dengan amanat pasal 33 UUD 1945.  Saya kira merupakan hal yang masih dapat diperdebatkan tentang sejauhmana Indonesia saat ini telah menerapkan ekonomi pasar bebas.  Dalam beberapa kali kesempatan kita mendengar pernyataan dari beberapa pengamat ekonomi kita bahwa Indonesia bahkan lebih liberal dibandingkan dengan Amerika Serikat yang notabene merupakan negara yang paling vokal dalam mengkampanyekan ekonomi pasar bebas.  Namun Index of Economic Freedom 2010 yang disusun oleh lembaga think-thank Heritage Foundation dan The Wall Street Journal menempatkan Indonesia pada peringkat ke-116 dari seluruh negara di dunia, sementara Amerika Serikat berada pada peringkat ke-9.  Meskipun demikian, lagi-lagi keprihatinan yang disampaikan oleh tokoh lintas agama tentang bencana bagi rakyat yang ditimbulkan dari penerapan ekonomi pasar bebas dan keberpihakan pembangunan pada segelintir orang kaya adalah fakta yang tak terbantahkan yang menuntut penyelesaian.  Bahkan meskipun indikator statistik telah memperlihatkan kinerja yang lebih baik.
Butir kelima pernyataan tokoh lintas agama menyatakan bahwa meskipun konstitusi menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum tetapi dalam pelaksanaannya hukum ternyata masih bisa dibeli dengan uang. Perang melawan korupsi hanya akan berhasil apabila prinsip pembuktian terbalik diterapkan secara penuh. 
Saya kira dalam hal ini pemerintah harus menyampaikan penjelasan secara jujur kepada publik tentang kompleksitas permasalahan korupsi, termasuk penanganannya, dan apa strategi yang akan dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah penegakan hukum dan korupsi yang telah menggurita dan saling mengkait tersebut.  Harus diakui bahwa perang melawan korupsi memang membutuhkan waktu yang sangat lama, bahkan mungkin tidak akan pernah selesai.  Meskipun demikian pemerintah, unit-unit lembaga penegak hukum dan unit-unit pemerintah lainnya, harus menyampaikan time-frame dan indikator kinerja yang jelas dan secara berkala menyampaikan laporan akuntabilitas kinerjanya kepada publik.         
Mengenai penerapan prinsip pembuktian terbalik, meskipun masih ada pro-kontra, hal tersebut memang bisa menangkap lebih banyak koruptor secara lebih cepat.  Sayangnya hingga kini pembuktian terbalik masih dibiarkan terus-menerus hanya sebagai wacana.  Kalau kita serius dalam pemberantasan korupsi semestinya RUU Pembuktian Terbalik yang pernah diajukan pada masa pemerintahan Presiden Gus Dur harus segera kita tindaklanjuti.  Satu hal yang perlu saya ingatkan terkait dengan kalimat terakhir dalam butir 5 adalah hendaknya kita jangan berharap secara berlebihan bahwa penerapan prinsip pembuktian terbalik akan dapat menuntaskan perang melawan korupsi. Karena para koruptor akan selalu memikirkan cara-cara lain yang lebih efektif untuk menghilangkan jejak korupsinya.         
Butir keenam menyatakan bahwa pemerintah tidak memberi perhatian memadai terhadap korban pelanggaran HAM yang berat. Selain itu, pemerintah tidak mampu dan tidak menunjukkan niat untuk membela begitu banyak buruh migran yang mendapat perlakuan buruk di berbagai negara.  Padahal pembukaan UUD 45 mewajibkan pemerintah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia. 
Pada umumnya kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat terjadi di masa pemerintahan Orde Baru, antara lain kasus Trisakti dan Semanggi, tragedi 27 Juli, penghilangan paksa aktivis 1997-1998, DOM Aceh, dan kasus 1965-1966. Lamanya waktu kejadian dan banyaknya para korban dan pelaku yang terlibat merupakan faktor penghambat utama mengapa kasus-kasus tersebut sulit diteruskan ke pengadilan.  Meskipun demikian, memang benar seharusnya pemerintah di era reformasi memberi perhatian yang memadai terhadap korban pelanggaran HAM tersebut.  Permasalahannya, sejauhmana dan dalam bentuk apa perhatian pemerintah tersebut harus diberikan kepada para korban?  Saya percaya para tokoh lintas agama pasti dapat memberikan masukan yang berharga kepada pemerintah.         
Perihal minimnya upaya pemerintah untuk membela para buruh migran yang mendapatkan perlakuan buruk, menurut saya, pemerintah seharusnya merespon dengan memberikan penjelasan secara transparan sejauhmana perlakuan buruk terhadap buruh migran tersebut telah dibelanya dan mengapa pemerintah tidak melakukan tindakan-tindakan pembelaan sebagaimana yang diharapkan, misalnya, oleh Migrant Care.  Sekali lagi saya ingin menambahkan bahwa pemerintah juga semestinya melindungi nasib para buruh kita di dalam negeri, antara lain melalui upaya penetapan upah minimum yang lebih baik dan upaya pembelaan terhadap para buruh yang mendapatkan perlakuan buruk dari perusahaannya.
Butir ke tujuh yang merupakan butir terakhir dari pernyataan tokoh lintas agama menegaskan bahwa kenyataan yang telah disampaikan pada butir-butir sebelumnya adalah bentuk pengingkaran terhadap UUD 45.  Oleh sebab itu kita harus mendesak pemerintah untuk menghentikan pengingkaran itu.  Apabila pemerintah menolak atau mengabaikan desakan tersebut, berarti pemerintah melakukan kebohongan publik.
Ada beberapa hal yang menarik dalam butir terakhir pernyataan tokoh lintas agama tersebut.  Pertama, apabila benar pernyataan tokoh lintas agama bahwa pemerintah telah mengingkari, melanggar atau mengkhianati amanat UUD 45, maka hal tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu masuk menuju ke arah pemakzulan. Secara terpisah Syafii Maarif pernah secara tegas mengatakan bahwa kebijakan pemerintah saat ini yang cenderung pada neoliberalisme (pasar bebas yang tidak terkendali) adalah sebuah pengkhianatan yang harus cepat dihentikan.  Walaupun salah salah satu tokoh lintas agama Franz Magnis Suseno mengingatkan para pengkritik pemerintah yang sering menggunakan wacana neoliberalisme sebagai alat pemukul agar berhati-hati memahami dan mencermati kompleksitas permasalahan yang terkait dengan kebijakan ekonomi pemerintah tersebut. Terkait dengan isu upaya pemakzulan atau kemungkinan tokoh lintas agama ditunggangi oleh kelompok tertentu secara tegas telah dibantah oleh para tokoh lintas agama.  Meskipun awal tahun 2010 lalu para aktivis GIB, organisasi yang mendukung dan bekerjasama dengan gerakan tokoh lintas agama, pernah menuntut Presiden SBY untuk mundur.  Sebagaimana kita ketahui, GIB dimotori antara lain oleh Adhie Massardi, Ray Rangkuti, Yudi Latif, dan Efendi Gazali.
Kedua, kalau kita cermati pernyataan butir 1 sampai 6 yang disampaikan oleh tokoh lintas agama nampaknya sebagian besar dari ha-hal yang disebut sebagai "pengingkaran terhadap UUD 45" tersebut sebenarnya lebih merupakan kegagalan pemerintah untuk mencapai cita-cita sebagaimana tersebut dalam UUD 45, perbedaan pandangan ideologi, atau perbedaan penafsiran terhadap amanat UUD 45 antara pemerintah dan tokoh lintas agama.  Kalau memang demikian, barangkali sejak rezim Presiden Soekarno sampai rezim Presiden Megawati belum ada satu rezim pun di Indonesia yang telah berhasil bebas dari "pengingkaran terhadap UUD 45". Lalu, mengapa tokoh lintas agama memilih kata "pengingkaran terhadap UUD 45" yang lebih bersifat provokatif yang notabene merupakan bahasa politik, dan bukan bahasa yang biasa-biasa saja yang mudah dicerna oleh publik seperti "masalah-masalah serius yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah"?.  Apakah karena pilihan kata tersebut mengandung makna persoalan yang substantif, atau sekadar untuk menarik perhatian publik?    
Ketiga, pada kalimat terakhir butir 7 disebutkan bahwa jika pemerintah menolak atau mengabaikan desakan (tokoh lintas agama) untuk segera mengakhiri 6 butir "pengingkaran terhadap UUD 45" sebagaimana tersebut di atas, berarti pemerintah melakukan kebohongan publik. Kalimat pengandaian tersebut dapat pula dimaknai bahwa kalau pemerintah bersedia menerima desakan tersebut, berarti pemerintah tidak melakukan kebohongan publik.  Terlepas apakah pada saat perumusan pernyataan tersebut para tokoh lintas agama dipengaruhi oleh suasana pro-kontra di masyarakat yang cukup menegangkan dan pertimbangan bahwa pernyataan tersebut akan dibacakan secara langsung di hadapan Presiden SBY dan para anggota kabinetnya di Istana Negara, bagi saya pernyataan tersebut merupakan sikap yang lebih melunak dari para tokoh lintas agama, terutama bila dibandingkan dengan pernyataan mereka sebelumnya tentang 18 kebohongan pemerintahan SBY
Hal lain yang menarik adalah jika pada pernyataan sebelumnya yang disampaikan di kantor PP Muhammadiyah lebih ditekankan pada butir-butir kebohongan pemerintah, dimana sebagian besar disebutkan secara eksplisit merupakan kebohongan Presiden SBY, pada pernyataan tokoh lintas agama yang dibacakan di Istana Negara lebih ditekankan pada butir-butir pengingkaran terhadap UUD 45, walaupun butir 1 dan butir 3 tidak disebutkan secara eksplisit keterkaitannya dengan UUD 45.  Selain itu, jika pernyataan 18 kebohongan pemerintahan SBY nampaknya telah berhasil "menampar" Presiden SBY, maka kalimat pengandaian tentang kebohongan pemerintah tersebut di atas dan pernyataan tokoh lintas agama bahwa mereka tidak bermaksud mengatakan Presiden SBY berbohong secara tidak sengaja telah "mempermalukan" para tokoh lintas agama itu sendiri.                    
Dapatkah Dialog Menjadi Solusi?
Setelah konflik antara pemerintahan Presiden SBY dan tokoh lintas agama telah memasuki ruang publik, lalu apa yang harus mereka lakukan?  Ketika konflik muncul biasanya komunikasi, dialog, atau diplomasi merupakan salah satu cara untuk menyelesaikannya.  Dalam dialog biasanya ada proses klarifikasi untuk meluruskan kemungkinan kesalahpahaman dan mungkin dilanjutkan dengan penandatanganan beberapa kesepakatan atau kerjasama yang harus dipatuhi atau ditindaklanjuti oleh kedua pihak.  Sejauh ini kita sama sekali belum melihat adanya kesepakatan yang telah dibuat oleh Presiden SBY dan para tokoh lintas agama.  Sementara sejumlah aksi para aktivis GIB telah dilakukan untuk mencari simpati dan menarik perhatian publik.  
      
Dialog bisa saja gagal mencapai tujuan karena kandas di tengah jalan.  Kepentingan ego, ketidakjujuran, dan perbedaan latar belakang pendidikan biasanya merupakan faktor utama yang dapat menghambat upaya untuk menemukan titik temu di antara kedua pihak.  Untuk berdiskusi tentang masalah-masalah kebijakan politik, ekonomi dan hukum pasti tidak akan efektif kalau dilakukan oleh Presiden SBY dan para tokoh lintas agama.  Dalam hal ini saya menyarankan agar kelompok badan pekerja tokoh lintas agama dapat melakukan diskusi dengan mereka yang mewakili pemerintah sesuai dengan bidang dan kompetensinya. 
Selain itu, diskusi atau dialog yang mereka lakukan tidak akan mampu meredam konflik apabila dialog tersebut tidak menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang mengikat kedua pihak, termasuk pengenaan sanksi apabila dilakukan pelanggaran.  Saya menyarankan agar semua hasil kesepakatan tersebut juga disampaikan kepada publik.  Maksud saya, agar masyarakat dapat berperan sebagai saksi dan sekaligus dapat mengawasi pelaksanaan kesepakatan yang dilakukan oleh kedua pihak.  Kita tunggu saja apakah dialog antara pemerintah dan tokoh lintas agama akan menghasilkan sejumlah kesepakatan atau berujung pada jalan buntu.  Hasil dari dialog yang mereka lakukan akan menentukan apakah konflik akan dapat dihentikan atau berlanjut dalam eskalasi yang mungkin lebih mencekam.
Akankah Konflik Berubah Menjadi Bola Salju?
Konflik yang kita saksikan antara para tokoh lintas agama dan Presiden SBY tersebut telah mendorong saya untuk memberikan beberapa catatan sebagai berikut.  Pertama, pemerintah resah karena para tokoh lintas agama resah.  Padahal apa yang mereka resahkan tersebut sesungguhnya bukanlah suatu kondisi yang sudah sangat gawat bagi kelangsungan hidup bangsa sebagaimana yang mereka bayangkan, atau bukanlah merupakan substansi permasalahan yang sebenarnya.  Kedua, konflik terbuka yang seharusnya tidak perlu terjadi tersebut patut disesalkan karena dilakukan oleh para tokoh dan pemimpin kita yang seharusnya memberikan contoh sikap dan perilaku yang baik kepada masyarakat.  Bagaimana kita bisa berharap supaya semua kelompok masyarakat kita yang berbeda suku, strata, budaya dan agama bisa hidup rukun berdampingan kalau sikap dan perilaku para tokoh dan pemimpin kita tidak layak untuk dijadikan sebagai panutan.  Ketiga, apabila tidak dapat dikendalikan secara efektif, eskalasi konflik yang melibatkan para tokoh dan pemimpin kita tersebut dapat berkembang menjadi bola salju yang dapat meruntuhkan sendi-sendi tatanan kenegaraan dan demokrasi kita yang telah dengan susah payah kita bangun dan pelihara. 

Menurut duo "Faisal dan Chatib" Basri, tahun 2011 adalah kesempatan emas bagi Indonesia.  Kita tentu tidak ingin lagi menyia-nyiakan kesempatan emas tersebut dengan membuang-buang waktu dan energi kita secara percuma untuk mengatasi kegaduhan politik yang penuh dengan intrik, sebagaimana yang terjadi pada tahun sebelumnya. Diperlukan strategi dan langkah-langkah antisipasi yang efektif untuk secara cepat menghentikan kegaduhan politik yang akan terjadi pada tahun ini yang, menurut seorang pengamat politik, mungkin akan lebih ganas dari tahun sebelumnya. Sebelum terlambat, kita harus segera menghentikan suara gaduh yang ditimbulkan oleh "nyanyian kebohongan" para tokoh dan pemimpin kita.

KAMU

Posted by Witarsanomic
 
Sudah merupakan hal biasa untuk maksud yang sama kita kadang menggunakan kata atau sebutan yang berbeda.  Sebagai contoh, untuk kata ganti orang kedua kita bisa menggunakan kata Anda, Saudara, Kamu, Lu, atau dengan menyebutkan nama di belakang sebutan Pak/Bapak, Bu/Ibu, Saudara, atau sebutan lainnya.  Pilihan kata atau sebutan tersebut seringkali tergantung pada konteks lingkungan komunitas dimana komunikasi tersebut dilakukan. 

Dalam konteks komunitas informal seperti pergaulan anak muda atau persahabatan orang dewasa di rumah, sekolah, mall atau di tempat-tempat umum lainnya biasanya digunakan pilihan kata-kata pertemanan Kamu-Aku atau Lu-Gue. Dalam konteks komunitas yang bersifat formal seperti dalam acara rapat/pertemuan di kantor atau kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat  biasanya kita menggunakan kata Anda, Saudara, atau nama di belakang sebutan Pak/Bapak, Bu/Ibu, atau Saudara.    

Akan menjadi aneh manakala kata-kata yang biasa digunakan dalam konteks komunitas informal, misalnya kata “kamu”, kemudian digunakan dalam konteks komunitas formal. Sekarang coba bayangkan seandainya kita mempunyai seorang atasan baru yang masih berusia muda dan mempunyai kebiasaan menyebut “kamu” kepada setiap bawahannya, termasuk kepada mereka yang lebih tua, dalam forum-forum pertemuan resmi di kantor. Pertanyaan yang mengusik saya, mengapa kita merasa harga diri dan martabat kita seakan direndahkan oleh ucapan “kamu” atasan kita? Selain itu, mengapa atasan kita tetap mempertahankan kebiasaan tersebut meskipun ia tahu semua atau sebagian besar bawahannya tidak menyukainya?

Pertama-tama, sesuatu yang tidak biasa itu pasti akan menarik perhatian kita. Energi emosi kita akan berkumpul di satu titik. Ketika sesuatu itu merupakan hal yang menyenangkan maka kita akan (melepas energi emosi kita dan) merasakan kesenangan yang luar biasa. Sebaliknya, ketika sesuatu itu merupakan hal yang menyakiti perasaan kita maka kita pun akan merasakan kesedihan yang luar biasa pula.  Hal lain yang perlu kita ingat adalah bahwa ucapan “kamu” sebenarnya bisa mempunyai makna yang berbeda, tergantung pada intonasi suara dan bahasa tubuh yang diperlihatkan oleh orang yang mengucapkannya. Kita bisa dengan mudah membedakan makna ucapan “kamu” dalam kalimat “Nduk, kamu harus tetap tegar menghadapi cobaan hidup ini” yang diucapkan oleh seorang Bapak kepada anak perempuannya dan kalimat “Kamu harus ingat bahwa untuk masalah yang satu ini saya tidak pernah main-main” yang diucapkan oleh seorang atasan kepada bawahannya.    
                 
Ada satu lagi yang perlu saya garisbawahi di sini. Hal yang membuat kita merasa harga diri kita direndahkan bukanlah semata-mata karena ucapan atasan kita, melainkan juga karena tingkat sensitivitas kita untuk menerima ucapan tersebut.  Karena tingkat akseptabilitas kita terhadap kata “kamu” yang diucapkan oleh atasan kita bisa berbeda di antara kita, maka sesungguhnya respon kita terhadap ucapan tersebut pun bisa berbeda. Bukan tidak mungkin sebagian di antara kita menganggap sebutan “kamu” yang diucapkan oleh atasan kita tersebut sebagai “sesuatu yang tidak penting”.  Ucapan tersebut, menurut mereka, sama sekali tidak berpengaruh pada martabat dan harga diri mereka.

Pertanyaan berikutnya, mengapa atasan kita tetap mempertahankan kebiasaan tersebut meskipun ia tahu semua atau sebagian besar bawahannya tidak menyukainya? Kemungkinan pertama adalah ia menganggap kebiasaan tersebut merupakan gaya ekspresi yang ia pilih sebagai identitasnya, tanpa diboncengi oleh niat atau kepentingan apapun. Setiap orang, menurut ia, berhak untuk memilih menggunakan kata ganti kedua manapun, termasuk “kamu” dan juga “you”, dalam berkomunikasi dengan orang lain.  Kemungkinan berikutnya, dengan menggunakan sebutan “kamu” kepada bawahan ia berharap bawahan akan memperhatikan dan merespon sesuai dengan keinginannya.  Kata “kamu” di sini barangkali merupakan simbol ketegasan dan sikap straight forward, tanpa basa-basi, yang ingin diperlihatkannya. 

Seorang atasan atau pemimpin yang biasa menggunakan sebutan “kamu” kepada bawahannya dalam setiap acara pertemuan mungkin bermaksud baik, agar supaya pertemuan tersebut dapat berlangsung dalam suasana kekeluargaan atau kebersamaan tanpa ikatan yang terlalu formalistis.  Namun mereka yang merasa harga dirinya direndahkan seringkali menyebutnya sebagai seorang pemimpin yang otoriter. Sikapnya yang tegas dan straight forward seringkali diartikan sebagai sikap yang tidak penuh kehati-hatian dan terlalu menggampangkan. Meskipun demikian, suatu saat nanti kita mungkin akan merindukan kehadirannya.  Barangkali ketika sikap kehati-hatian dan basa-basi telah mengalami inflasi yang terlalu tinggi, dan kepemimpinan yang ada saat ini tak kunjung mampu memenuhi harapan kita.

Konsep Pendidikan Dalam Islam

Posted by Witarsanomic




PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
        Bersamaan dengan perputaran dunia, modernisasi dan pengembangan ilmu pengetahuan dari hari ke hari semakin berkembang, akhir-akhir ini kita melihat banyak generasi Islam yang sudah tidak mengenal para tokoh Islam yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan dunia pendidikan. Mereka kadang meremehkan dengan mengatakan, ”Di mana tokoh Islam”? Hal ini terjadi karena mereka kurang mengenal terhadap beberapa tokoh Islam yang berhasil mencetak generasi yang tidak kalah hebat dengan tokoh pendidikan non-Muslim dalam mencetak generasi berakhlak al-karimah, disiplin, terhormat, serta bermanfaat untuk kepentingan agama, nusa, dan bangsa.
         Dengan berpandangan pada beberapa hal tersebut, mengenal para tokoh pendidikan Islam merupakan salah satu langkah yang seharusnya dilakukan, dimiliki, dihayati dan harus menjadi kebanggaan untuk selalu mengangkat harkat dan martabatnya serta mensosialisasikan dikalangan umum. Dengan begitu generasi penerus Islam bisa berbangga hati bahwa mereka mempuyai tokoh yang pantas untuk dijunjung tinggi sebagai pelita penerang yang melahirkan konsep, teori, dan fatwa yang dijadiakn referensi generasi berikutnya dalam kehidupan berbangsa dan beragama.Al-Ghazali merupakan salah satu tokoh Muslim yang pemikirannya sangat luas dan mendalam dalam berbagai hal diantaranya dalam masalah pendidikan. Pada hakikatnya usaha pendidikan menurut Al-Ghazali adalah dengan mengutamakan beberapa hal terkait yang diwujudkan secara utuh dan terpadu karena konsep pendidikan yang dikembangkannya berawal dari kandungan ajaran dan tradisi Islam yang menjunjung berprinsip pendidikan manusia seutuhnya. Di zaman yang modern ini sangat relevan untuk mengetahui konsep pendidikan dari tokoh Muslim terkemuka ini, pembahasan makalah ini di dalamnya akan membahas siapa sesungguhnya Al-Ghazali dan bagaimana konsep pendidikan menurutnya.

B.     Rumusan Masalah
1)      Defenisi Pendidikan Dalam Islam
2)      Macam-macam Metode dan Pendekatan dalam Pendidikan Islam
3)      Manhaj Rasulalah Dalam Pandidikan
4)      Contoh Pendidikan Dalam Islam


1.      Defenisi Pendidikan Dalam Islam
Pendidikan menurut UU RI No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab I Pasal 1 Ayat 1 “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”
Menurut Para Ulama: Ulama menggunakan istilah “Tarbiyah” berakar pada tiga kata. Pertama kata rabba’ yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh. Kedua, kata yariba yarba yang berarti tumbuh dan berkembang. Ketiga, kata  rabba yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga, dan memelihara. Kata Al-rabb juga berasal dari kata tarbiyah dan berarti menghantar sesuatu kepada kesempurnaannya atau membuat sesuatu menjadi sempurna secara berangsur angsur.Menurut Abdurrahman al-Nahlawi salah seorang pengguna istilah tarbiyah berpendapat bahwa pendidikan berarti :
a.       Memelihara fitrah anak/ didik
b.      Menumbuhkan seluruh bakat dan kesiapannya
c.       Mengarahkan fitrah dan seluruh bakatnya agar menjadi baik dan sempurna
d.      Bertahap dalam prosesnya
Pendidikan Menurut Para Ahli

1)      Plato (filosof Yunani yang hidup dari tahun 429 SM-346 M) mengatakan bahwa : “Pendidikan itu ialah membantu perkembangan masing-masing dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya kesemurnaan.”
2)       Aristoteles (filosof terbesar Yunani, guru Iskandar Makedoni, yang dilahirkan pada tahun 384 SM-322 SM) mengatakan bahwa : “Pendidikan itu ialah menyiapkan akal untuk pengajaran”.
3)       Ibnu Muqaffa (salah seorang tokoh bangsa Arab yang hidup tahun 106 H- 143 H, pengarang Kitab Kalilah dan Daminah) mengatakan bahwa : “Pendidikan itu ialah yang kita butuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang akan menguatkan semua indera kita seperti makanan dan minuman, dengan yang lebih kita butuhkan untuk mencapai peradaban yang tinggi yang merupakan santaan akal dan rohani.”
4)      Herbert Spencer (filosof Inggris yang hidup tahun 1820-1903 M) mengatakan bahwa “Pendidikan itu ialah menyiapkan seseorang agar dapat menikmati kehidupan yang bahagia.”
5)      James Mill (filosof Inggris, 1773-1836) mengatakan bahwa : “Pendidikan itu harus menjadikan seseorang cakap, agar dia menjadi orang yang senantiasa berusaha mencapai kebahagiaan untuk dirinya terutama dan untuk orang lain selainnya.”
6)      John Stuart Mill (filosof Inggris, 1806-1873 M) mengatakan bahwa : “Pendidikan itu meliputi segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang untuk dirinya atau yang dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan mendekatkan dia kepada tingkat kesempurnaan.”
7)      John Dewey (filosof Chicago, 1859 M - 1952 M) mengatakan bahwa : " Pendidikan adalah membentuk manusia baru melalui perantaraan karakter dan fitrah, serta dengan mencontoh peninggalan - peninggalan budaya lama masyarakat manusia."
8)      Langeveld adalah seorang ahli pendidikan bangsa Belanda Ahli ini merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut : “Pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain”
9)       Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, 1889 - 1959) merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut : “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti ( karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya”.

2.      Macam-macam Metode Pendidikan Dalam Islam
Sebagai ummat yang telah dianugerahi Allah Kitab AlQuran yang lengkap dengan petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan bersifat universal sebaiknya menggunakan metode mengajar dalam pendidikan Islam yang prinsip dasarnya dari Al Qur’an dan Hadits. Diantara metode-  metode tersebut adalah
1.      Metode Ceramah
Metode ceramah adalah cara penyampaian inforemasi melalui      penuturan secara lisan oleh pendidik kepada peserta didik. Prinsip dasar    metode ini terdapat di dalam Al Qur’an :
فَلَمَّآ أَنجَاهُمْ إِذَا هُمْ يَبْغُونَ فِي اْلأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا بَغْيُكُمْ عَلَى أَنفُسِكُم مَّتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ إِلَيْنَا مَرْجِعُكُمْ فَنُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, Sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (Q.S. Yunus : 23)
2.       Metode Tanya jawab
Metode Tanya jawab adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca.Prinsip dasar metode ini terdapat dalam hadits Tanya jawab antara Jibril dan Nabi Muhammad tentang iman, islam, dan ihsan.
Selain itu ada juga hadits yang lainnya seperti hadits berikut ini :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَقَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا بَكْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُضَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا.
Artinya: Hadis Qutaibah ibn Sa’id, hadis Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu ibn Mudhar dari ibn Hâd dari Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salmah ibn Abdurrahmân dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda; Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia mandi di sana lima kali sehari. Bagaimana pendapat kalian? Apakah masih akan tersisa kotorannya? Mereka menjawab, tidak akan tersisa kotorannya sedikitpun. Beliau bersabda; Begitulah perumpamaan salat lima waktu, dengannya Allah menghapus dosa-dosa. (Muslim, I: 462-463)
3.       Metode diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara penyajian/ penyampaian bahan pelajaran dimana pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik/ membicarakan dan menganalisis secara ilmiyah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun   berbagai alternative pemecahan atas sesuatu masalah. Abdurrahman Anahlawi menyebut metode ini dengan sebutan hiwar .
Prinsip dasar metode ini terdapat dalam Al Qur’an Surat Assafat : 20-23 yang berbunyi :
وَقَالُوا يَاوَيْلَنَا هَذَا يَوْمُ الدِّينِ هَذَا يَوْمُ الْفَصْلِ الَّذِي كُنتُم بِهِ تُكَذِّبُونَ   احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَاكَانُوا يَعْبُدُونَ   مِن دُونِ اللهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَى صِرَاطِ الْجَحِيمِ
Dan mereka berkata:”Aduhai celakalah kita!” Inilah hari pembalasan.Inilah hari keputusan yang kamu selalu mendustakannya(kepada Malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah,Selain Allah; Maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. (Q.S. Assafat : 20-23)
Selain itu terdapat juga dalam hadits yang berbunyi :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ.
Artinya: Hadis Qutaibah ibn Sâ’id dan Ali ibn Hujr, katanya hadis         Ismail dan dia ibn Ja’far dari ‘Alâ’ dari ayahnya dari Abu   Hurairah ra. bahwasnya Rasulullah saw. bersabda: Tahukah kalian      siapa orang yang muflis (bangkrut)?, jawab mereka; orang yang tidak memiliki dirham dan harta.Rasul bersabda; Sesungguhnya orang   yang muflis dari ummatku adalah orang yang datang pada hari kiamat   dengan (pahala) salat, puasa dan zakat,. Dia datang tapi telah mencaci ini, menuduh ini, memakan harta orang ini, menumpahkan darah   (membunuh) ini dan memukul orang ini. Maka orang itu diberi pahala miliknya. Jika kebaikannya telah habis  sebelum ia bisa menebus kesalahannya, maka dosa-dosa mereka diambil dan dicampakkan   kepadanya, kemudian ia dicampakkan ke neraka.(Muslim, t.t, IV: 1997)


4.       Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru memberikan tugas-tugas tertentu kepada murid-murid, sedangkan hasil tersebut diperiksa oleh guru dan murid harus mempertanggung jawabkannya.
Prinsip dasar metode ini terdapat dalam Al Qur’an yang berbunyi :
يَاأَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ   قُمْ فَأَنذِرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ   وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ   وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ  وَلاَتَمْنُن تَسْتَكْثِرُ   وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ
Artinya :
  1. Hai orang yang berkemul (berselimut),
  2. Bangunlah, lalu berilah peringatan!
  3. Dan Tuhanmu agungkanlah!
  4. Dan pakaianmu bersihkanlah,
  5. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah,
  6. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
  7. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
5.      Metode Demontrasi
Metode demontrasi adalah suatu cara mengajar dimana guru mempertunjukan tentang proses sesuatu, atau pelaksanaan sesuatu sedangkan murid memperhatikannya.
Prinsip dasarnya terdapat dalam hadits yang berbunyi
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ قَالَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ أَتَيْنَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ يَوْمًا وَلَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا ظَنَّ أَنَّا قَدْ اشْتَهَيْنَا أَهْلَنَا أَوْ قَدْ اشْتَقْنَا سَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا بَعْدَنَا فَأَخْبَرْنَاهُ قَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لا أَحْفَظُهَا وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي.
Artinya: Hadis dari Muhammad ibn Muşanna, katanya hadis dari Abdul Wahhâb katanya Ayyũb dari Abi Qilâbah katanya hadis dari Mâlik. Kami mendatangi Rasulullah saw. dan kami pemuda yang sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama (dua puluh malam) 20 malam. Rasulullah saw  adalah seorang yang penyayang dan memiliki sifat lembut. Ketika beliau menduga kami ingin pulang dan rindu pada keluarga, beliau menanyakantentang orang-orang yang kami tinggalkan dan kami memberitahukannya. Beliau bersabda; kembalilah bersama keluargamu dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka dan suruhlah mereka. Beliau menyebutkan hal-hal yang saya hapal dan yang saya tidak hapal. Dan salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat. (al-Bukhari, I: 226)
6.       Metode eksperimen
Suatu cara mengajar dengan menyuruh murid melakukan suatu   percobaan, dan setiap proses dan hasil percobaan itu diamati oleh setiap        murid, sedangkan guru memperhatikan yang dilakukan oleh murid sambil memberikan arahan.
Prinsip dasar metode ini ada dalam hadits :
حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبْ الْمَاءَ فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ ….
Artinya: Hadis Adam, katanya hadis Syu’bah ibn Abdurrahmân ibn Abzâ dari ayahnya, katanya seorang laki-laki datang kepada Umar ibn Khattâb, maka katanya saya sedang janabat dan tidak menemukan air, kata Ammar ibn Yasir kepada Umar ibn Khattâb, tidakkah anda ingat ketika saya dan anda dalam sebuah perjalanan, ketika itu anda belum salat, sedangkan saya berguling-guling di tanah, kemudian saya salat. Saya menceritakannya kepada Rasul saw. kemudian Rasulullah saw. bersabda: ”Sebenarnya anda cukup begini”. Rasul memukulkan kedua telapak tangannya ke tanah dan meniupnya kemudian mengusapkan keduanya pada wajah.(al-Bukhari, I: 129)
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hafiz, şiqah şubut. Menurut al-Asqalani, hadis ini mengajarkan sahabat tentang tata cara tayammum dengan perbuatan. (Al-Asqalani, I: 444) Sahabat Rasulullah saw. melakukan upaya pensucian diri dengan berguling di tanah ketika mereka tidak menemukan air untuk mandi janabat. Pada akhirnya Rasulullah saw. memperbaiki ekperimen mereka dengan mencontohkan tata cara bersuci menggunakan debu.
7.      Metode Amsal/perumpamaan
Yaitu cara mengajar dimana guru menyampaikan materi pembelajaran melalui contoh atau perumpamaan.
Prinsip metode ini terdapat dalam Al Qur’an
مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّآ أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لاَّ يُبْصِرُونَ
Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api  Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (Q.S. Albaqarah : 17)
Selain itu terdapat pula dalam hadits yang berbunyi :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ يَعْنِي الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً .
Artinya; Hadis dari Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb yakni as- Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda: Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke sini. (Muslim, IV: 2146)
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah şubut, şiqah hâfiz, sedangkan ibn Umar adalah sahabat Rasulullah saw. Menurut ath-Thîby (1417H, XI: 2634), orang-orang munafik, karena mengikut hawa nafsu untuk memenuhi syahwatnya, diumpamakan seperti kambing jantan yang berada di antara dua kambing betina. Tidak tetap pada satu betina, tetapi berbolak balik pada ke duanya. Hal tersebut diumpamakan seperti orang munafik yang tidak konsisten dengan satu komitmen.
Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.
8.      Metode Targhib dan Tarhib
Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi pembelajaran dengan menggunakan ganjaran terhadap kebaikan dan hukuman terhadap keburukan agar peserta didik melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan.
Prinsip dasarnya terdapat dalam hadits berikut ini :
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ.
Artinya: Hadis Abdul Aziz ibn Abdillah katanya menyampaikan padaku Sulaiman dari Umar ibn Abi Umar dari Sâ’id ibn Abi Sa’id al-Makbârî dari Abu Hurairah, ia berkata: Ya Rasulullah, siapakah yang paling bahagia mendapat syafa’atmu pada hari kiamat?, Rasulullah saw bersabda: Saya sudah menyangka, wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada yang bertanya tentang hadis ini seorangpun yang mendahului mu, karena saya melihat semangatmu untuk hadis. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku ada hari Kiamat adalah orang yang mengucapkan ”Lâilaha illa Allah” dengan ikhlas dari hatinya atau dari dirinya.(al-Bukhari: 49)
Selain hadits juga hadits berikut ini :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو عَنْ بَكْرِ بْنِ سَوَادَةَ الْجُذَامِيِّ عَنْ صَالِحِ بْنِ خَيْوَانَ عَنْ أَبِي سَهْلَةَ السَّائِبِ بْنِ خَلَّادٍ قَالَ أَحْمَدُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلًا أَمَّ قَوْمًا فَبَصَقَ فِي الْقِبْلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ فَرَغَ لَا يُصَلِّي لَكُمْ….
Artinya: Hadis Ahmad ibn Shalih, hadis Abdullah ibn Wahhab, Umar memberitakan padaku dari Bakr ibn Suadah al-Juzâmi dari Shâlih ibn Khaiwân dari Abi Sahlah as-Sâ’ib ibn Khallâd, kata Ahmad dari kalangan sahabat Nabi saw. bahwa ada seorang yang menjadi imam salat bagi sekelompok orang, kemudian dia meludah ke arah kiblat dan Rasulullah saw. melihat, setelah selesai salat Rasulullah saw. bersabda ”jangan lagi dia menjadi imam salat bagi kalian”… (Sijistani: 183).
Hadis di atas tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah hâfiz, şiqah dan şiqah azaly. Memberikan hukuman (marah) karena orang tersebut tidak layak menjadi imam. Seakan-akan larangan tersebut disampaikan beliau tampa kehadiran imam yang meludah ke arah kiblat ketika salat. Dengan demikian Rasulullah saw. memberi hukuman mental kepada seseorang yang berbuat tidak santun dalam beribadah dan dalam lingkungan social.
Sanksi dalam pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan yang terlalu lunak akan membentuk pelajar kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati. Sanksi tersebut dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan teguran, kemudian diasingkan dan terakhir dipukul dalam arti tidak untuk menyakiti tetapi untuk mendidik. Kemudian dalam menerapkan sanksi fisik hendaknya dihindari kalau tidak memungkinkan, hindari memukul wajah, memukul sekedarnya saja dengan tujuan mendidik, bukan balas dendam.
9.      Metode pengulangan (tikror)
Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi ajar dengan cara mengulang-ngulang materi tersebut dengan harapan siswa bisa mengingat lebih lama materi yang disampaikan.
Prinsip dasarnya terdapat dalam hadits berikut :
حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
Artinya: Hadis Musaddad ibn Musarhad hadis Yahya dari Bahzâ ibn Hâkim, katanya hadis dari ayahnya katanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: Celakalah bagi orang yang berbicara dan berdusta agar orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya, kecelakaan baginya. (As-Sijistani: 716).
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hafiz, şiqah sadũq. Rasulullah saw. mengulang tiga kali perkataan ”celakalah”, ini menunjukkan bahwa pembelajaran harus dilaksanakan dengan baik dan benar, sehingga materi pelajaran dapat dipahami dan tidak tergolong pada orang yang merugi.
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.

Ø  Metode Pendidikan Islam menurut Al-Ghazali.
 Perhatian Al-Ghazali terhadap metode pengajaran lebih dikhususkan bagi pengajaran pendidikan agama untuk anak-anak. Untuk ini ia telah mencontohkan suatu metode keteladanan bagi mental anak-anak, pembinaan budi pekerti, dan penanaman sifat-sifat keutamaan pada diri mereka. Metode pengajaran menurut Al-Ghazali dapat dibagi menjadi dua bagian antara pendidikan agama dan pendidikan akhlak.
       Metode pendidikan agama menurut Al-Ghazali pada prinsipnya dimulai dengan hapalan dan pemahaman, kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakan dalil-dalil dan keterengan-keterangan yang menguatkan akidah.
            Al-Ghazali berpendapat bahwa pendidikan agama harus mulai diajarkan kepada anak-anak sedini mungkin. Sebab dalam tahun-tahun tersebut, seorang anak mempunyai persiapan menerima kepercayaan agama semata-mata dengan mengimankan saja dan tidak dituntut untuk mencari dalilnya. Sementara itu berkaitan dengan pendidikan akhlak, pengajaran harus mengarah kepada pembentukan akhlak yang mulia. Al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah suatu sikap yang mengakar di dalam jiwa yang akan melahirkan berbagai perbuatan baik dengan mudah dan gampang tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan.
            Selanjutnya, prinsip metodologi pendidikan modern selalu menunjukan aspek ganda. Suatu aspek menunjukan proses anak belajar dan aspek lainnya menunjukan aspek guru mengajar dan mendidik.
a). Asas-asas metode belajar
1.      Memusatkan perhatian sepenuhnya.
2.      Mengetahui tujuan ilmu pengetahuan yang akan dipelajari.
3.      Mempelajari ilmu pengetahuan dari yang sederhana menuju yang komplek.
4.      Mempelajari ilmu pengetahuan dengan sistematika pembahasan.
b). Asas-asas metode mengajar
1.      Memperhatikan tingkat daya pikir anak.
2.      Menerangkan pelajaran dengan cara yang sejelas-jelasnya.
3.      Mengajarkan ilmu pengetahuan dari yang konkrit kepada yang abstrak.
4.      Mengajarkan ilmu pengetahuan dengan berangsur-angsur.
c). Asas metode mendidik
1.      Memberikan latihan-latihan.
2.      Memberikan pengertian dan nasihat
3.      Melindungi anak dari pergaulan yang buruk.

3.      Manhaj Rasulalah Dalam Pandidikan
Rasulullah SAW selaku penyampai risalah Islam yang mulia merupakan cerminan yang komprehensif untuk mencapai kesempurnaan sikap, prilaku, dan pola pikir. Bahkan sayyidah ‘Aisyah tatkala ditanya oleh beberapa sahabat mengenai pribadi Rasulullah SAW menyebutkan bahwa Rasulullah itu adalah Al-Qur’an berjalan. Artinya semua kaidah kehidupan yang ditetapkan islam melalui Al-Qur’an semuanya contoh sudah terdapat dan dijumpai dalam diri Rasulullah SAW. Beliau bukan hanya menjadi seorang nabi, tapi juga kepala negara. Beliau tidak cuma sekadar bapak tapi juga guru dengan teladan yang baik. Allah SWT sendiri telah memuji keluhuran pribadi Rasulullah SAW dalam ayat-Nya:  “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS.Al-Ahzab : 21)
Jaminan mardhatillah akan didapatkan oleh setiap orang yang bersungguh-sungguh menggali dan meneladani kepribadian Rasulullah. Selain itu jaminan keselamatan dan syafa’at saat hari kiamat akan diberikan Rasulullah. Jadi tidak ada keraguan lagi dan tidak akan memilih cara lain termasuk dalam menerapkan pola pendidikan selain yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Sosok Rasulullah SAW yang menjadi pendidik sukses bisa diakui tidak cuma  kalangan dunia Islam namun juga dari komentar yang diberikan oleh kalangan Barat seperti Robert L. Gullick Jr. dalam bukunya Muhammad, The Educator menyatakan: “Muhammad merupakan seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar. Tidak dapat dibantah lagi bahwa Muhammad sungguh telah melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong perkembangan Islam, suatu revolusi sejati yang memiliki tempo yang tidak tertandingi dan gairah yang menantang… Hanya konsep pendidikan yang paling dangkallah yang berani menolak keabsahan meletakkan Muhammad diantara pendidik-pendidik besar sepanjang masa, karena -dari sudut pragmatis- seorang yang mengangkat perilaku manusia adalah seorang pangeran di antara pendidik”. Selain itu Michael Hart dalam bukunya 100 tokoh dunia meletakkan Rasulullah Muhammad di posisi pertama sebagai sosok paling berhasil dan tak tergantikan oleh sosok lainnya berkaitan dengan memimpin dan mendidik umat dalam kurun waktu singkat sehingga terwujud kehidupan yang mulia.
Rasulullah sebagai pendidik memiliki strategi pendidikan yang penting diketahui. Strategi tersebut terdiri dari metode, aksi, dan teknik yang diperlukan dalam mendapatkan hasil yang maksimal untuk pendidikan islami. Metode yang dilakukan Rasulullah meliputi :
  1. Spiritual-Mentality Building.
Rasulullah meletakkan pondasi mental berlandaskan aqidah yang kuat terhadap kaum muslimin semasa itu. Karena jika pendidikan tidak dimulai dari dalam diri, maka apapun manifestasi pendidikan tersebut hanyalah manipulatiif. Pembentukan mental islam yang kuat akan menghindarkan anak didik dari penyakit hati seperti benci, dengki, buruk sangka, sombong, bohong, pesimis, dsb. Jika seseorang telah mampu mengeliminasi penyakit hati, maka orang tersebut berpotensi besar untuk sukses.
  1. Applicable.
Allah SWT tidak pernah memerintahkan keimanan kecuali disertai dengan tindakan nyata. Maka berawal dari kenyataan ini, Rasulullah SWT melakukan penguatan pengetahuan teoritis dengan aplikasi praktis. Sebab akan bisa didapatkan manfaat hakiki yang lahir dari aplikasi praktis terhadap pengetahuan teoritis tersebut.
  1. Balance in Capacity.
Artinya sebagai seorang pendidik yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW adalah memberikan penugasan dan menjelaskan sesuatu sesuai dengan kemampuan dan pemahaman yang dimiliki oleh anak didik. Karena, tugas yang berlebihan akan menyebabkan seorang pendidik tersebut dijauhi dan tugasnya pun akan ditinggalkan. Metode ini sesuai dengan hadits Rasulullah
  1. Right Treatment for Diversity.
Pendidikan Islami memerlukan tindakan tepat terhadap keragaman anak didik. Keragaman tersebut bisa diklasifikasi berdasarkan demografi. Rasulullah memberi perlakuan berbeda dalam mendidik antara pria dengan wanita, antara orang badui dengan orang kota, antara orang yang baru masuk islam dengan yang sudah lama memeluk islam. Sehingga jika tepat dalam memberi perlakuan terhadap keragaman anak didik, apa yang disebut adil akan terwujud dari pendidik kepada anak didik.
  1. Priority & Thing First Thing.
Kemampuan untuk membuat prioritas dan memilah yang terpenting daripada yang penting sangat diperlukan untuk dimiliki oleh pendidik. Prioritas dan mendahulukan hal terpenting dalam proses pendidikan islami berarti menanamkan kebiasaan kepada anak didik bertindak efektif dan efisien. Efektif artinya melakukan sesuatu yang benar sedangkan efisien berarti melakukan sesuatu dengan benar.
  1. Good Advice for Good Time.
Pendidik umat harus mampu memberikan konseling kepada anak didik yang sedang dilanda masalah ataupun berbuat kesalahan fatal tanpa disadarinya. Ada yang perlu diperhatikan dalam pemberian nasehat/advice kepada anak didik yaitu kuantitas dan timing. Kuantitas maksudnya nasihat yang diberikan tidak banyak namun terkontrol dalam pelaksanaan pada anak didiknya. Jika terjadi pengabaian pada nasihat pertama, maka bisa kemudian diberi nasehat yang selanjutnya dan lebih berbobot. Lantas, mengenai waktu/timing penyampaian nasihat harus tepat. Pemilihan waktu yang tepat saat memberikan nasehat akan memberikan dampak perubahan yang luar biasa kepada anak didik.
  1. Achievement Motivation.
Motivasi berprestasi penting artinya dimasukkan dalam proses pendidikan islami karena mengandung dorongan positif yang kuat dari dalam diri manusia berefek pada sikap dan tindakannya mengarah pada hal yang positif pula. Sehingga kebajikan lebih dominan dan mampu melenyapkan keburukan.
  1. Coercive and Reward.
Sanksi dan Penghargaan bisa dianggap sebagai upaya memotivasi anak didik. Ada kalanya anak didik berbuat baik karena takut dihukum dan ada yang memang menginginkan mendapat pujian dari gurunya. Sedangkan Rasulullah SAW mencontohkan mengedepankan penghargaan ketimbang sanksi karena Allah SWT mengutamakan menerima karena suka daripada karena takut. Menerima karena suka akan memunculkan kerinduan untuk melakukan apa yang diperintahkan dengan lapang dada.
  1. Self-Evaluation.
Rasulullah mengajarkan kepada kaum muslimin waktu itu dalam metode pendidikan yang beliau jalankan adalah evaluasi diri (muhasabah). Anak didik yang selalu diajak untuk melakukan evaluasi diri dalam keterlibatannya pada proses pendidikan islami akan memacu diri anak didik untuk melakukan perbaikan sehingga akan didapatkan peningkatan performance (kinerja) yang lebih baik lagi. 
  1. Sustainable Transfer.
Pendidikan islami merupakan pembentukan diri dan prilaku yang tidak bisa didapatkan dalam waktu sekejap. Butuh kesinambungan proses baik transfer maupun control terhadap hasilnya. Proses pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah juga berjalan dalam jangka waktu yang tidak singkat. Waktu 13 tahun dihabiskan selama di Makkah dan dilanjutkan di Madinah di sisa usia beliau hingga kembali ke haribaan tidak pernah berhenti untuk terus dan terus mendidik umat. 
Penjelasan singkat mengenai keteladanan Rasulullah SAW bagi pendidik umat bisa menjadi bekal untuk melakukan perbaikan mutu sikap dan pikir anak didik sesuai dengan syari’at Islam. Sebenarnya masih sangat luas sekali-hingga tak terhitung jumlahnya-,keteladanan yang diberikan Rasulullah SAW. Tapi sekali lagi, jika kita mau dan bertekad keras untuk memulai dari yang sedikit dulu namun istiqomah dan ada peningkatan bertahap kelak kemudian hari dari apa-apa yang telah dicontohkan Rasulullah, insya Allah akan menghasilkan kualitas anak didik yang tidak diragukan lagi kehandalannya.
4.      Contoh Pendidikan Dalam Islam
Hakekat pendidikan adalah proses manusia untuk menjadi sempurna yang diridhoi Allah SWT. Hakikat tersebut menunjukkan pendidikan sebagai proses menuju kesempurnaan dan bukannya puncak kesempurnaan, sebab puncak kesempurnaan itu hanyalah ada pada Allah dan kemaksuman Rasulullah SAW. Karena itu, keberhasilan pendidikan hanya bisa dinilai dengan standar pencapaian kesempurnaan manusia pada tingkat yang paling maksimal.
Diantara contoh pendidikan islami adalah pendidikan yang bertujuan untuk membangun kepribadian islami yang terdiri dari pola piker dan pola jiwa bagi umat yaitu dengan cara menanamkan tsaqofah Islam berupa Aqidah, pemikiran, dan perilaku Islami kedalam akal dan jiwa anak didik. Karenanya harus disusun dan dilaksanakan kurikulum oleh Negara.
Selain itu, pendidikan Islami tidak hanya mementingkan pendidikan agama saja, tapi bertujuan untuk mempersiapkan generasi Islam untuk menjadi orang ‘alim dan faqih di setiap aspek kehidupan, baik ilmu diniyah (Ijtihad, Fiqh, Peradilan, dan lain- lain) maupun ilmu terapan dari sains dan teknologi (kimia, fisika, kedokteran, dan lain- lain). Sehingga output yang didapatkan mampu menjawab setiap perubahan dan tantangan zaman dengan berbekal ilmu yang berimbang baik diniyah maupun madiyah-nya.
 Pembangunan dan pembentukan generasi islam berkualitas sebagaimana para sahabat, tabi’in, tabi’in-tabi’at dan ulama-ulama kenamaan merupakan bukti keberhasilan pola pendidikan islami. Generasi islam dinilai berkualitas apabila terbentuk pola pikir dan pola jiwa berlandaskan pada aqidah Islam yang kuat sehingga mampu mengintegrasikan keimanan dan kompetensi pada diri anak didik. Pola pendidikan islami sudah ada semenjak Rasulullah SAW hidup dan beliaulah yang meletakkan pondasinya dengan banyak keteladanan yang bisa diambil. Dengan dihasilkannya generasi islami juga akan didapati peradaban mulia seperti yang sudah tercatat dalam sejarah dunia tentang kegemilangan peradaban islam mengubah dunia dari kegelapan menuju pencerahan hakiki. Pendidikan islami mampu membuktikan janji Allah SWT dengan munculnya umat terbaik sesuai dengan ayat al-Qur’an :  
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.(QS. Ali Imron : 110)
Wallahu’alam bish-Showab…..









PENUTUP
            Menurut Al-Ghazali, pendidikan yang baik merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Al-Ghazali menggabungkan antara kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Tentang kurikulum pendidikan Islam, Al-Ghazali mengatakan bahwa Al-Quran beserta kandungannya berisikan pokok-pokok ilmu pengetahuan. Isinya sangat bermanfaat bagi kehidupan, membersihkan jiwa, memperindah akhlak, dan mendekatkan diri kepada Allah.
          Tujuan pendidikan Islam dalam pandangan Al-Ghazali hanyalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Adapun tujuan utama dari penggunaan metode dalam pendidikan harus diselaraskan dengan tingkat usia, kecerdasan, bakat dan pembawaan anak dan tujuannya tidak lepas dari nilai manfaat. Tentang pendidik, Al-Ghazali menekankan bahwa seorang pendidik harus memiliki norma-norma yang baik, khususnya norma akhlak. Karena pendidik merupakan contoh bagi anak didiknya.Dalam kaitannya dengan peserta didik, Al-Ghazali menjelaskan bahwa mereka merupakan hamba Allah yang telah dibekali potensi atau fitrah untuk beriman kepada-Nya. Fitrah itu sengaja disiapkan oleh Allah sesuai dengan kejadian manusia, cocok dengan tabiat dasarnya yang memang cenderung kepada agama Islam.






 Daftar Pustaka
1.      Al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, Yogyakarta: Islamika, 2003.
2.      Al-Ghazali, Mutiara Ihya` Ulumuddin. Terj Iwan Kurniawan. Mizan: Bandung. 2001
3.      Arifin M., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
4.      Fathiyah Hasan Sulaiman. Konsep Pendidikan Al-Ghazali, Jakarta: Guna Aksara, 1986.
5.      Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
6.      Nata, Abuddin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendidikan        Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003
7.      Ramayulis dan Nizar, Samsul, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Ciputat: PT Ciputat Press group, 2005
8.      Zainuddin dkk., Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara,1991.

Diberdayakan oleh Blogger.
Welcome to My Blog

Popular Post

Wikipedia

Hasil penelusuran

Translate

Pages

- Copyright © IQTISHODIA -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -